Minggu, 13 Oktober 2024

SWINGER (TUKAR PASANGAN)

 SWINGER (TUKAR PASANGAN)

KASIR4D - Swinger (Tukar Pasangan)


“Lihat nih, bini aku sexy kan?” kataku bangga. Rendy melotot dan berdecak kagum, “Ck..ck…sexy sekali ya?”
“Yuli (nama istri Rendy) pernah direkam gini?” tanyaku tetap dengan nada bangga.
“Belum,” Rendy menggeleng, “Tapi mau ah…nanti malam aku mau ML sama dia, sekalian direkam diam-diam.”
“Sip! Nanti lihatin ke aku ya,” kataku bersemangat, “sekalian aku juga nanti malam mau ML sama istriku, sambil direkam juga.”
“Terus besok hasilnya tukaran ya, punya kamu lihatin ke aku, punya aku lihatin ke kamu,” usul Rendy yang langsung kusetujui.
Malamnya, aku benar-benar ML dengan Reny, istriku. Dia tidak tahu bahwa aku merekamnya di hpku yang sudah kuatur letaknya sebelum mengajaknya ML.
Besoknya, aku dan sahabatku menepati janji. Kuserahkan hpku untuk ditonton oleh Rendy, sementara aku menikmati hasil rekaman sahabatku itu. Kami sama-sama terangsang oleh tontonan yang sangat pribadi sifatnya itu. Bahkan Rendy sempat terlongong setelah mengembalikan hpku, seperti ada yang dipikirkan olehnya.


“Jan…kalau kita swinger gimana? Jujur, aku belum pernah merasakan swinger,” kata Rendy tiba-tiba.
Aku terkejut. Tak pernah kupikir sebelumnya akan melakukan seperti yang Rendy usulkan itu.
“Kamu jangan tersinggung, Jan,” Rendy menepuk bahuku, “Ini cuma usul…kalau kamu nggak keberatan, aku juga gak maksa. Yang jelas, kamu bisa nyobain Yuli, aku nyobain Reny. Adil kan?”
Aku terbengong-bengong. Terus terang, usul Rendy mengejutkan sekaligus membuatku bergairah. Kubayangkan istriku sedang disetubuhi oleh sahabatku itu, sementara aku menyetubuhi istrinya. Baru diobrolkan saja penisku sudah ngacung, apalagi kalau benar-benar dilaksanakan. Maka setelah berpikir agak lama, kujawab, “Usul edan tapi menggiurkan. Cuman…gimana cara meyakinkan istriku ya? Kalau dia gak mau kan susah. Istrimu sendiri gimana?”
“Soal istriku, serahkan padaku. Kamu urus Reny saja, atur supaya mau,” kata Rendy.
“Reny sangat konservatif, kamu juga tahu itu kan?”
“Reny yang konservatif apa kamu sendiri yang tidak mau swinger?” Rendy menepuk bahuku sambil menertawakanku.
“Aku mau…mau…tapi bagaimana cara meyakinkan Reny ya?”
“Begini aja,” kata Rendy di tengah kebingunganku, “kita jebak mereka ke dalam situasi yang mau tidak mau harus mereka terima.”
“Maksudmu?”


“Aku kan punya villa keluarga di Cipanas. Kita ajak mereka week end di sana.”
“Yayaya…jebakannya di sebelah mananya?”
“Kita bawa Martini atau Tequila…minum rame2, kita pada minum di sana. Setelah mereka rada kleyengan, kita matiin lampu sampai gelap sekali. Saat itu aku akan menelanjangi istriku, kamu juga telanjangi istrimu. Lalu kita bikin foreplay dengan istri kita masing-masing. Nah…lalu diem-diem kita tukar tempat. Kamu terkam istriku, aku terkam istrimu. Deal?”
“Hahahaaa! Deal! Deal!” seruku gembira dengan usul sahabatku, meski sebenarnya ada tandatanya di hatiku : Benarkah mentalku sudah siap untuk membiarkan istriku disetubuhi orang lain? Tapi…bukankah aku juga akan menggauli istri Rendy? Bukankah ini sangat adil bagi kami?
Lalu kami tentukan harinya. Hari yang akan sangat bersejarah itu.Setelah aku berpisah dengan Rendy, aku pulang dengan 1001 khayalan di benakku. Membayangkan istriku yang manis dan bertubuh mulus itu akan digeluti oleh Rendy, sementara aku akan menggeluti Yuli, istri Rendy. Aneh, baru membayangkannya saja aku jadi sangat terangsang. Apalagi pada waktu mengalaminya nanti.Reny sudah 4 tahun jadi istriku. Pada saat kisah ini terjadi Reny sudah berusia 26 tahun, sedangkan aku sendiri sudah hampir 30 tahun. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang baru berumur 2 tahun. Ibu mertuaku sangat sayang pada Bernard, nama anakku, jauh melebihi ketelatenan babysitter yang bekerja di rumahku sejak anakku berusia setahun. Karena itu tiada masalah kalau aku dan Reny bepergian, karena di rumahku ada babysitter dan ibu mertuaku.Maka dengan wajah cerah Reny menyetujui ajakanku untuk berakhir pekan di Cipanas. “Rendy punya villa di sana, ya Mas?” tanyanya.”Iya,” aku mengangguk, “villa punya orang tuanya.””Rendy dan Yuli juga ikut nanti?””Ya iyalah. Kalau mereka gak ikut, ya gak enak dong kita pake villa orang tanpa pemiliknya. Kecuali kalau kita sewa villa orang lain.”Singkatnya, pada hari yang telah ditentukan, Rendy dan Yuli menyampar ke rumahku dengan Honda Citynya. Aku pun secepatnya memanaskan mesin Toyota Viosku.Tak lama kemudian, aku sudah menggerakkan mobilku, bersama Reny di sisiku, mengikuti mobil Rendy dan Yuli. Seperti yang sudah diatur semula, aku membekal Tequila, yang katanya bisa membuat wanita jadi horny. Untuk acara rahasiaku dan Rendy setelah berada di villa nanti.Reny tidak tahu bahwa ketika aku menyetir mobil menuju Cipanas, jantungku berdegup-degup terus, karena membayangkan apa yang akan terjadi beberapa jam lagi. Membayangkan sesuatu yang belum pernah kualami dan akan menimbulkan kesan mendalam dalam kehidupan dan hasrat birahiku.Sesampainya di depan villa, jantungku makin berdebar-debar. Tapi aku mencoba menekannya dengan menyapukan pandangan ke sekitar villa, yang memang indah pemandangannya. Diam-diam kuperhatikan Rendy. Ternyata sama denganku, senyumnya tampak canggung. Lalu kami masuk ke dalam villa.Reny dan Yuli bersih-bersih dulu di dalam villa, aku dan Rendy keluar lagi, lalu berjalan-jalan agak menjauh dari villa. Dan ngobrol dengan suara setengah berbisik:


“Kamu nafsu gak liat Yuli?” tanyanya.
“Kamu sendiri gimana? Nafsu gak liat Reny?” aku balik bertanya.
“Ya iyalah, makanya aku yang usul pertama, karena tergiur sekali waktu melihat dia bugil di hpmu itu.”
“Sama,” kataku sambil tersenyum canggung, “aku juga jadi nafsu melihat bentuk istrimu yang seksi…”
Darahku tersirap mendengar pujian itu. Tapi terasa makin membuatku penasaran, ingin segera tau apa yang akan terjadi nanti.
Kami berunding diam-diam, tentang apa yang akan kami lakukan nanti. Setelah matang rencananya, kami kembali ke villa. Di dalam villa, sudut pandangku mencuri-curi pandang terus ke arah Yuli, yang nanti akan kugauli. Kurasa Yuli dan Reny punya keistimewaaan masing-masing. Kulit Reny kuning mirip kulit wanita Jepang, sementara Yuli berkulit baubusuk. Reny tergolong berwajah cantik, sementara Yuli bisa kunilai hitam manis. Tubuh Yuli sedikit lebih tinggi daripada Reny, kutaksir sekitar 170cm gitu, sementara Reny 168cm.
Yang menarik dari hasil curi-curi pandang ini adalah, toket Yuli itu…aku yakin besar sekali…mungkin behanya berukuran 38 ke atas. Sedangkan toket Reny biasa-biasa saja, behanya pun cuma 34.
Menjelang senja, kami makan malam dulu di restoran yang paling dekat dengan villa keluarga Rendy. Pada saat itulah kulihat Reny dan Yuli seakan bersaing dalam berpakaian. Mereka seolah ingin tampil seseksi mungkin. Padahal aku tak menganjurkan apa-apa kepada istriku. Dan kulihat mata Rendy sering memperhatikan istriku. Sialan…sebentar lagi dia akan menikmati kemulusan dan kepadatan tubuh istriku. Tapi pikiran ini justru diam-diam membuat penisku hidup, mengeras dan mengeras terus. Terlebih-lebih setelah membayangkan bahwa untuk pertama kalinya aku akan menikmati kesintalan tubuh Yuli yang hitam manis itu.
Selesai makan, hari mulai malam. Kami pun kembali ke villa.
Seperti yang telah direncanakan, kami minum tequila di sofa ruang depan. Cukup banyak kami membekal minuman itu, karena aku membeli dua botol, ternyata Rendy pun membekal tiga botol. Untungnya Reny dan Yuli tidak menolak waktu ditawari minum, dengan alasan untuk mengusir hawa dingin.


Baru menghabiskan dua sloki, wajah Reny mulai merah. Sikapnya padaku mulai romantis. Yuli pun sama, ia mulai memeluk pinggang Rendy dengan sorot mata berharap.
Lalu kata Rendy, “Kita bikin pesta di dalam kamar yuk…sama-sama main…come on honey,” Rendy meraih lengan istrinya sambil melirik padaku, “ayo Jan…kamarnya cuma satu, kita pake rame2 yok.”
Kuraih juga lengan Reny yang tampak mulai agak teler. Lalu kami ikuti langkah Rendy ke dalam kamar yang agak besar, dengan dua bed berdampingan. Sesampainya di kamar, Rendy langsung menerkam dan menghimpit istrinya. Adegan itu tidak bisa lama-lama kulihat, karena setelah aku dan istriku naik ke atas bed yang masih kosong, Rendy memijat knop sakelar yang letaknya tak jauh dari bantalnya. Kamar itu langsung gelap gulita. Dan terdengar suara Rendy, “Biar kita sama-sama asyik dengan istri kita masing-masing, Jan.”
Aku cuma menjawab dengan ketawa kecil. Tapi dalam gelap aku mulai menanggalkan pakaianku sehelai demi sehelai, sampai telanjang bulat, lalu membisiki telinga istriku, “Ayo dong buka pakaianmu semua.”
Reny tidak buang-buang waktu. Ia tahu persis apa yang kuinginkan dalam saat-saat seperti itu. Dalam kegelapan kamar villa, Reny mulai menelanjangi dirinya. Sementara kudengar desah napas Yuli yang mulai tersengal-sengal, entah apa yang sudah terjadi di bed yang satu lagi itu. Mungkin Rendy sedang menjilati puting payudara atau vagina istrinya, entahlah…yang jelas aku pun mulai menggumuli istriku dalam kegelapan.
Terdengar suara Yuli, “Oooh…Bang Rendy…oooh….iya Bang…begituin….oooh…masukin aja Bang…aku gak tahan lagi nih…ooohhh…”


Terangsang oleh suara istri sahabatku itu, aku pun mulai menjilati puting payudara Reny. Tapi tak lama kemudian terasa tanganku dipegang oleh tangan kasar. Tangan Rendy. Aku mengerti maksudnya, bahwa aku harus segera pindah ke bed yang satunya lagi, sementara Rendy akan pindah ke bedku.
Inilah saat-saat yang paling mendebarkan. Aku bergerak ke arah bed di sebelah, lalu mulai menjamah tubuh Yuli. Mudah-mudahan saja Yuli tidak sadar bahwa sekarang bukan lagi suaminya yang akan menikmati kesintalan tubuhnya. Mudah-mudahan pula Reny tidak menyadari bahwa posisiku sudah diganti oleh Rendy.
Wow, aku mulai menikmati hangatnya pelukan Yuli. Tampaknya dia belum sadar bahwa posisi suaminya sudah diganti olehku.”Masukin aja Bang, sudah gak tahan nih…horny banget,” bisik Yuli yang sudah berada di bawah himpitanku. Bicara begitu, terasa tangan Yuli mulai memegang batang kemaluanku yang memang sudah keras. Apakah mau main langsung-langsungan saja? Kurasa untuk yang pertama kalinya memang harus begitu. Jangan banyak variasi dulu. Nanti kalau Yuli dan Reny sudah menyadari hal ini, barulah pakai foreplay sebanyak mungkin.
Maka tanpa banyak pikir-pikir lagi, kubiarkan Yuli meletakkan ujung penisku di ambang vaginanya. Kemudian kudorong sedikit demi sedikit, persis pada saat kudengar suara Reny, “Mas…cepetan dong masukin…duuuhh…kenapa jadi horny gini? Gara-gara minuman tadi kali ya…naaahhh…..iiih…kok punya Mas terasa jadi agak gede? Diapain?”
Gila…itu berarti penis Rendy sudah dimasukin ke dalam liang kemaluan istriku! Tapi…bukankah penisku juga sudah mulai melesak ke dalam liang senggama Yuli?
Bukan cuma melesak, tapi sudah mulai kuayun dengan mantapnya, karena liang senggama Yuli sudah banyak lendirnya (mungkin “hasil” rangsangan Rendy tadi).
Penisku sudah maju mundur dalam jepitan liang surgawi Yuli yang terasa begini legitnya, mungkin karena dia belum melahirkan anak. Liang vaginanya terasa sangat mencengkram dan hangat. Desah nafasnya pun makin nyata diiringi rintihan-rintihan nikmatnya, “Ooohh Bang…oooh…bang…oooh…kok enak sekali ini bang…..oooh…” sementara kedua lengannya mendekap pinggangku kuat-kuat. Ini membuatku makin bernafsu.
Lalu…seperti yang sudah direncanakan, diam-diam Rendy memijat sakelar lampu dan….tiba-tiba kamar itu jadi terang benderang. Ini sesuai dengan kesepakatan aku dan Rendy. Bahwa dalam keadaan sudah “telanjur” (penisku sudah main di dalam liang vagina Yuli dan penis Rendy sudah maju mundur di dalam liang vagina istriku), baik Yuli mau pun istriku takkan bisa menghindar lagi dari kenyataan yang sudah direncanakan oleh Rendy denganku itu.
Setelah kamar villa terang benderang, tentu saja Yuli dan istriku terkejut setelah menyadari dengan siapa mereka sedang bersetubuh.


“Bang Rendy?!” seru istriku di bed sebelah.
“Mas Janus?!” seru Yuli yang sedang kusetubuhi dengan gencarnya.
Lalu terdengar Rendy tertawa, “Hahahaaa….kita lanjutkan saja…sudah telanjur kan?”
“Jadi semuanya ini sudah direncanakan?” tanya Yuli yang tampak berusaha mengendalikan kekagetannya.
“Iya…ini adil kan?” bisikku sambil meremas buah dadanya yang benar-benar montok itu.
“Aaahhh…” cuma itu yang terlontar dari mulut Yuli, kemudian dia mendekap lagi pinggangku dan mulai menggoyang pinggulnya dengan gerakan yang trampil, seperti membentuk angka 8.
Kulirik Reny seperti bingung. Ia menoleh padaku, seakan bertanya kenapa jadi seperti ini? Lalu kutanggapi dengan senyum…dan celotehku, “Enjoy saja….”
Mungkin Reny geram melihatku sedang bersetubuh dengan Yuli, lalu ia “balas dendam” dengan mencengkram bahu Rendy dan mulai menggoyang pinggulnya. Gila…cemburu juga aku dibuatnya. Seingatku, tak pernah Reny menggoyang pinggulnya seedan itu waktu kusetubuhi. Tapi kecemburuanku ini berbuah nafsu dan gairah yang luar biasa. Enjotan penisku di dalam liang surgawi Yuli terasa nikmat luar biasa! Maka semakin edan pula kuhentak-hentak penisku, seperti meronta-ronta dalam jepitan memiaw Yuli…oh…ini nikmat sekali!
Suasana menjadi semakin erotis dan misterius. Yuli meladeni enjotan penisku dengan energik, pinggulnya meliuk-liuk laksana penari India. Tapi aku tak tahu apa yang bersemayam di benaknya. Ketika aku melirik ke samping, goyang pinggul Reny pun tak kalah edannya. Seolah ingin bersaing dengan dinamisnya goyang pinggul Yuli. Ada perasaan geram dan cemburu di hatiku melihat ulah istriku seperti itu. Tapi bukankah aku sendiri sedang menikmati kehangatan tubuh istri sahabatku?
Di tengah persenggamaan yang seru ini aku sempat berbisik terengah di telinga Yuli, “Gimana? Enak?”
“Enak sekali….aaah….” sahut Yuli dalam bisikan juga, mungkin takut terdengar oleh suaminya.
“Nanti lepasin di dalam apa di luar?” bisikku lagi.
“Terserah, aku kan belum punya anak…siapa tahu bisa punya darimu,” bisik Yuli pelan sekali, pasti takkan terdengar oleh suaminya yang semakin asyik menyetubuhi istriku.
Bisikan Yuli itu membuatku semakin bergairah mengayun batang kemaluanku. Tapi sekaligus membuatku tak bisa bertahan lagi, “Aku sudah mau keluar”, bisikku.
“Tahan dulu,” sahut Yuli, “aku juga sudah mau keluar Mas…barengin keluarnya ya…biar enak…”
Lalu kami seperti dua ekor binatang buas, saling cengkram, saling remas, saling jambak…dan akhirnya tak tertahankan lagi, bersemburanlah air mani dari batang kemaluanku, disambut dengan kedutan-kedutan liang kemaluan Yuli di puncak orgasmenya.
Kami menggelepar…menggeliat…berkejut-kejut…lalu sama-sama terkulai di puncak kepuasan.
Tapi kulihat Rendy masih asyik mengenjot batang kemaluannya di dalam liang kemaluan istriku. Bahkan di satu saat, mereka mengubah posisi. Reny di atas, Rendy di bawah. Oh…ini benar-benar membuatku cemburu. Karena kulihat istriku yang aktif mengayun pinggulnya, sementara Rendy merem melek sambil terlentang…
Kucabut batang kemaluanku dari dalam vagina Yuli yang sudah basah kuyup oleh spermaku dan lendir Yuli sendiri. Lalu aku duduk bersila sambil menonton persetubuhan Rendy dengan istriku. Aku terlongong menyaksikan betapa aktifnya Reny saat itu. Dengan sedikit berjongkok, ia mengayun pinggulnya sedemikian rupa, sehingga liang kemaluannya seolah membesot-besot batang kemaluan Rendy.


Yuli pun menonton persetubuhan antara suaminya dengan istriku itu. Dan tampaknya Yuli seperti kepanasan. Diam-diam ia menggenggam batang kemaluanku yang sudah mulai membesar, karena terangsang menyaksikan istriku sedang gila-gilanya bersetubuh dengan sahabatku. Tiba-tiba Yuli mendekatkan wajahnya ke pahaku yang sedang bersila ini, ah…tangannya memegang batang kemaluanku sambil menjilatinya. Sungguh semuanya ini mendebarkan dadaku…terlebih setelah Yuli menghisap-hisap penisku, di depan mata suaminya yang sedang menyetubuhi istriku!
Hanya dalam tmpo singkat penisku sudah mengeras kembali. Dengan sigap Yuli mendorong dadaku agar terlentang, lalu dengan berjongkok ia berusaha memasukkan penisku ke dalam liang surgawinya. Mungkin ia iri melihat suaminya sedang dipuasi oleh istriku dalam posisi terbalik begitu, lalu ia ingin melakukan hal yang sama. Blesss….penisku mulai membenam ke dalam liang memiaw Yuli…
Yuli mulai memainkan pinggulnya dengan energik sekali, naik turun dan bergoyang meliuk-liuk…ooh…penisku terasa dibesot-besot dan diremas-remas. Bukan main nikmatnya, membuat nafasku tertahan-tahan sambil mulai meremas-remas payudara montok yang bergelantungan di atas dadaku…dan di bed yang satu lagi, kulihat istriku lebih energik lagi, mengenjot pinggulnya sambil berciuman dengan Rendy. Ih…aku cemburu…tapi kecemburuanku ini jstru membangkitkan rangsangan dahsyat di jiwaku.
Sulit menggambarkan keadaan yang sebenarnya saat itu, karena aku juga sudah dipengaruhi alkohol, dari tequila yang kami minum tadi. Yang jelas, sepulangnya dari villa itu, Reny terus-terusan menyandarkan kepalanya di bahuku. Kujalankan mobilku dengan kecepatan sedang-sedang saja, karena ingin sambil berbincang dengan istriku.
“Bagaimana kesanmu, Lin?” tanyaku di satu saat.
“Gak tau ah…” Reny menggeleng, tapi kulihat ada senyum di bibirnya.
“Suka kan? Bilang aja terus terang. Semuanya ini kan demi kenikmatan kita bersama.”
“Mas sendiri, suka kan bisa menggauli Yuli?”
“Hmm…terus terang, aku lebih suka melihatmu sedang digauli oleh Rendy. Ada perasaan cemburu, tapi cemburu itulah yang membuatku jadi sangat terangsang.”
Reny terdiam. Lalu kataku, “Makanya satu saat nanti bisa aja kita undang Rendy tanpa istrinya.Atau bisa juga orang lain…biar aku bisa melihatmu digauli lelaki lain yang akan menimbulkan rangsangan hebat bagiku.”


Reny menatapku dengan ekspresi aneh. Lalu tanyanya, “Emang Mas gak tersiksa kalau aku digauli orang? Buatku, semuanya ini aneh…”
“Memang aneh,” sahutku sambil tersenyum, “tapi kamu suka kan?”
Dia tak menjawab. Matanya lurus memandang ke depan.
“Bilang aja terus terang, kamu suka kan? Seharusnya semua itu jadi pengalaman fantastis buat kita. Bener kan?”
“Iya sih…tapi aku takut akibatnya di kemudian hari…”
“Misalnya?”
“Ya…misalnya Rendy…sudah telanjur merasakan tubuhku. Bagaimana kalau nanti ketagihan?”
“Kasih aja. Asal di depan mataku, jangan sembunyi-sembunyi.”
Reny menatapku dengan sorot aneh, “Mas gak sakit hati melihatku digauli sama Rendy?”
“Gak,” aku menggeleng, “kan semuanya yang sudah terjadi tadi sudah kurundingkan dengan Rendy beberapa hari yang lalu.”
“Jadi semuanya itu benar-benar sudah direncanakan sama Bang Rendy?”
“Ya. Memang tadinya usul itu datang dari dia. Dan aku sangat tertarik pada usulnya itu. Bukan karena tertarik pada Yuli, tapi justru ingin menyaksikan kamu di gauli orang lain. Kebetulan aku tahu persis siapa Rendy. Dia bersih, tak pernah jajan dan sebagainya.”
“Terus…nantinya kita akan begitu lagi, maksudku…ngajak Rendy dan Yuli lagi?”
“Semuanya kuserahkan padamu. Karena dalam hal ini kamulah yang harus memutuskan. Dan gak usah di villa itu saja. Bisa juga kita pilih hotel di dalam kota. Dan gak usah di hari libur saja. Kapan saja kita mau, ya kita lakukan.”
“Ntar kalau aku ketagihan gimana?” tanya Reny malu-malu.
Rupanya kejadian di villa itu membuatnya terkesan dan ada kemungkinan ketagihan. Ini mendebarkan. Seandainya dia benar-benar ketagihan, apakah mentalku sudah siap? Ah, sudah kepalangan basah, aku mau jalan terus…karena aku merasakan beberapa hal positif di balik langkah “baru” ini!
Di hari-hari berikutnya, aneh…tiap kali aku membayangkan kejadian di villa itu, membayangkan istriku sedang disetubuhi oleh Rendy, nafsuku mendadak bangkit. Lalu kuajak istriku bersetubuh. Anehnya lagi, tiap kali aku bersetubuh dengan istriku, aku jadi powerfull dan energik sekali.
Pernah istriku berkata seusai bersetubuh denganku, “Sekarang Mas jadi garang banget…kenapa Mas? Pake obat ya?”


“Obatku datang dari jiwaku sendiri. Tiap kali membayangkan kamu lagi disetubuhi oleh Rendy, hasratku bangkit dengan hebatnya.”
“Masa sih? Apa bukan karena terbayang sintal dan seksinya tubuh Yuli?”
“Nggak,” aku menggeleng, “sungguh. Untuk membuktikannya, nanti kita ajak Rendy saja, tanpa kehadiran Yuli. Biar kamu percaya, titik syurnya justru waktu menyaksikan kamu digauli Rendy.”
“Nggak ah. Nggak enak sama Yuli dong. Rasanya kita seperti menghianati dia. Kan kita sudah sepakat untuk jalan berempat terus.”
“Aku gak butuh Yuli, aku butuh Rendy.”
Reny menatapku dengan sorot penuh selidik. Lalu tertunduk, seperti sedang berpikir. Lalu kataku, “Kalau ada orang selain Rendy, kamu mau?”
Reny menatapku lagi. “Takut ah…kalau orangnya punya penyakit kotor bisa menular nanti.”
“Orangnya kamu pilih sendiri deh,” kataku sambil memperhatikan reaksi istriku.
“Bener nih boleh milih sendiri?” tanyanya canggung.
“Bener.”
“Gak usah jauh-jauh Mas…kalau Roy gimana?”
Aku terkejut. Dia memilih adik kandungku!
Tapi apa salahnya?
“Hmm…pengen nyobain brondong ya?” kataku sambil mencolek pipi istriku.
“Bukan gitu, masalahnya biar rahasia kita gak nyebar ke luar Mas.”
Aku setuju. Roy adalah satu-satunya adik kandungku. Dia masih tergolong abg. Dia tinggal di kota lain dan kuliah di kota itu, baru semester pertama. Usianya memang jauh beda denganku. Saat istriku mengajukan namanya, usia Roy baru 18 tahun.
“Oke!” aku mengangguk sambil memijat no hp Roy.
Reny cuma bengong. Mungkin tak menyangka akan secepat itu.
“Hallo, Mas?” terdengar suara Roy di hpku.
“Gimana sehat Roy?”
“Sehat Mas. Besok libur 3 hari, nanti sore mau ke rumah Mas ya. Kangen sama Bernard. Sudah bisa jalan dia?”
“Sudah dong. Ya udah, nanti sore kutunggu ya.”
“Siap Boss!”
Aku tersenyum mendengar ucapan “siap boss” itu. Memang sejak aku yang membiayai kuliahnya, ia sering memanggilku boss.
“Nanti sore dia datang,” kataku sambil menepuk bahu istriku.
“Secepat itu?” istriku tercengang.
“Kebetulan aja, dia mulai besok libur 3 hari. Jadi mulai nanti malam mau nginep di sini.”
“Terus…aku harus gimana? Masa aku langsungajak Roy begituan?”
“Mmm…gimana ya? Mungkin juga Roy gak mau kalau ada aku….tapi gampang deh…kupasangin kamera cctv aja di kamar, terus aku monitor sambil ngumpet.”
“Terus?”
“Kamu rayu aja dia sampai mau. Bilangin aku gak ada, padahal aku ada di gudang sambil monitor di sana. Hmmm…kebayang nafsunya aku nanti waktu lihat kamu disetubuhi sama si Roy…!”
“Ah…Mas ada aja akalnya….”
Dan itulah yang kulakukan. Dengan sigap kupasang kamera cctv, dengan posisi menghadap ke tempat tidur. Monitornya kusimpan di gudang. Kuambil kursi untuk aku duduk di depan monitor.
Tidak sampai sejam, semuanya beres. Kameranya kusembunyikan di dalam lemari, lalu ada lubang kecil yang langsung mengarah ke tempat tidur. Soundnya kupasang terpisah, mikrofon kusimpan di balik lukisan, untuk memantaunya aku pakai headphone di gudang.
Ketika bunyi motor Roy terdengar memasuki pekarangan, aku sudah duduk di dalam gudang, menghadapi monitor. Lalu terdengar suara istriku menyambutnya. Pada saat yang sama, hpku yang disilent berkedip-kedip. Ada sms masuk. Aku agak kaget, karena sms itu datang dari Yuli, bunyinya: Mas Janus…aku kok jadi kangen gini sih? Kapan kita ketemuan tanpa mereka? Aku pengin nyantai Mas. Kebetulan Bang Rendy besok mau ke Medan. Mas datang ya ke rumahku besok malam. Jangan takut sama Bang Rendy. Aku sudah dapat izin kapan saja ketemu sama Mas Janus boleh. Izinnya cuma dengan Mas Janus, dengan orang lain tidak boleh.
Aku tersenyum sendiri membaca sms itu, lalu kubalas dengan sedikit gombal : Aku juga kangen sama Yuli…tapi besok aku harus lihat-lihat dulu apakah besok ada kegiatan atau tidak. Aku siap kok….waktu di villa terasa sekali Yuli itu…hmmm…pokoknya nikmat sekali…!
Yuli membalas lagi: Ah yang bener? Kirain aku saja yang merasakan seperti itu. Tapi janji ya, selama Bang Rendy di Medan, Mas harus datang ke rumahku.
Kujawab lagi: Iya sayang, aku pasti datang!
Waktu smsan itu mataku tetap tertuju ke monitor. Kamarku masih kosong. Mungkin Roy masih ngobrol dengan istriku di ruang depan.
Tak lama kemudian kulihat di monitor sudah ada “kehidupan”. Roy masuk ke dalam kamarku bersama istriku. Cepat kupasangkan headphone di telingaku. Dan terdengar suara mereka:
“Kamar mandi yang di belakang gak ada shower air panasnya, Roy. Makanya enak di kamar mandi yang ini.”


“Iya Mbak. Ohya, Mas Janus kapan pulangnya?”
“Gak tau. Tapi kayaknya sih tengah malam nanti, atau mungkin juga besok pagi langsung ke kantor, pulang ke sini besok sore.”
“Oh gitu…aku mau mandi dulu ya Mbak.”
“Iya. Perlu ditemenin nggak?”
Roy tampak kaget, menatap istriku yang mendadak bersikap centil. “Ah, Mbak Reny…ada-ada saja.”
“Lho…aku nggak main-main kok…”
“Bisa dibunuh aku nanti sama Mas Janus.”
“Nggak lah….nyante aja lagi…”
Roy tampak bingung sesaat, lalu masuk ke dalam kamar mandi yang bersatu dengan kamarku.
Pada saat yang sama, datang lagi sms dari Yuli: Bang Rendy sudah berangkat Mas. Ke rumahku dong sekarang…lagi horny…pengen sama Mas Janus…abisnya terkesan sih sama Mas…
Aku tercenung. Kok jadi bentrok gini waktunya ya? Apakah aku harus pergi diam-diam ke rumah Rendy? Lalu harus meninggalkan detik-detik yang mendebarkan dan siap kurekam itu?
Yuli memang sexy. Tapi saat ini aku lebih tertarik untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh Reny dan adikku. Maka kubalas sms Yuli: Paling bisa nanti tengah malam atau besok pagi…lagi ada kerjaan yang belum bisa ditinggalin…gimana?
Yuli membalas smsku: Iya deh, kutunggu ya Mas…kalau pintu sdh pada dikunci, call aja dulu, biar kubukain…maunya sih nanti tengah malam juga gakpapa…kalau pagi kan kurang romantis…he e e
Aku tersenyum sendiri. Bakalan sibuk nih aku nanti.
Sejenak kulupakan dulu Yuli yang setengah memaksaku datang ke rumahnya, karena kulihat di monitor Roy sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di tubuhnya, sementara Reny sedang duduk di depan meja rias.
Lalu:
“Roy…tolong lepasin ritsleting ini dong,” pinta Reny sambil menunjuk ke bagian punggung gaunnya.
“Mmm…aku mau pake baju dulu Mbak…”
“Gak usahlah, pake bajunya nanti saja. Masa minta tolong sedikit saja pake ntar dulu?!”
“Iya, iya Mbak,” sahut Roy sambil menghampiri istriku. Aku yakin ini trik yang sedang dilancarkan oleh istriku, untuk langsung menjebak Roy.
Memang benar dugaanku…waktu Roy menarik ritsliting bagian punggung gaun istriku, kulihat istriku memegang tangan Roy sambil menatapnya: “Roy…”
“Ya Mbak…?” Roy tampak gugup ditatap seperti itu oleh istriku.
“Kamu pernah begituan sama cewek?”
“Ma…maksud Mbak?”
“Masa gak ngerti sih…” kulihat tangan istriku menyergap ke dalam handuk Roy, “Ininya pernah dimainkan sama cewek gak? Hihihihi…panjang gede penismu Roy…Mas Janus kalah sama kamu…sudah keras lagi…”
“Mbak…ohhh…mbak….” Roy tampak gelagapan.
Reny bangkit dari kursi di depan meja rias. Lalu melangkah ke pintu, menutup dan sekaligus menguncinya. Lalu balik lagi menghampiri Roy yang berdiri kebingungan, masih dengan handuk melilit di badannya.
Reny melingkarkan lengannya di leher Roy. Dan terdengar suaranya, “Sudah pernah bersetubuh dengan cewek belum?”
“Pernah…” sahut Roy hampir tak terdengar.
Reny tersenyum, “Bagus…berarti kamu sudah pengalaman…aku lagi horny Roy…kamu mau kan? Mumpung Mas Janus gak ada…”
Reny mengakhiri ajakannya dengan menarik handuk yang melilit di pinggang Roy. Ini membuat Roy langsung telanjang bulat. Dan kulihat batang kemaluannya sudah ngaceng dengan mantapnya. Aku iri juga melihat batang kemaluan Roy, yang ternyata lebih panjang dan lebih besar daripada punyaku. Baru sekali ini aku melihat bentuk batang kemaluan adikku setelah usianya hampir dewasa begitu.
“Mbak…” Roy tampak kebingungan, karena Reny sudah memegang zakarnya sambil mendorong dadanya sehingga terlentang di atas tempat tidurku.
Ini mulai menegangkan bagiku. Kesannya tidak seperti waktu swinger di villa tempo hari. Mungkin karena kali ini aku konsen ke satu arah, ke adegan istriku yang sedang merangsang adik kandungku!
“Iiih…punyamu kok panjang dan gede gini, Roy…sudah keras sekali lagi…Mas Janus kalah nih sama punya kamu…” Reny mulai menciumi penis adikku, membuatku semakin degdegan. Terlebih ketika ia mulai melepas beha dan celana dalamnya, yang membuat Roy melotot. Aku juga melotot tegang. Penisku sudah ereksi sejak tadi, serasa mau ngecrot saja. Tapi kucoba menenangkan diri dengan menyalakan rokok dan mengikuti adegan selanjutnya.
Setelah telanjang bulat, istriku menelentang di sisi Roy sambil bergumam, suaranya tidak begitu jelas. Roy mengangguk, lalu bergerak menindih dada istriku.
Kusangka Roy mau langsung memasukkan penisnya ke vagina istriku. Ternyata tidak. Dia mulai mengemut-emut puting payudara istriku. Tangan istriku mulai menggapai-gapai di punggung Roy…lalu kepala Roy menurun ke arah perut istriku…turun terus sampai berada di antara kedua pangkal paha istriku. Jantungku semakin dagdigdug, kutenangkan lagi dengan sebatang rokok. Oooh, kulihat istriku mulai menggeliat dan melenguh-lenguh…Roy semakin agresif menjilati kemaluan istriku….sampai akhirnya kudengar istriku merengek, “Sudah cukup Roy…sekarang… masukin aja Roy…masukin aja sayang…..aku ingin merasakan punyamu yang tinggi besar itu….”
Tapi Roy seperti keasyikan, terus2an menjilati kemaluan istriku. Sampai istriku merintih lagi, “Roy…aaaah…aku mau orga nih…Troooyyy…..aaaahhhh….”
Lalu kulihat istriku mengegelepar…mengelojot dan merintih lirih…”Troooy….ooohhh…aku keluar, sayaaang….”
Roy terdiam sesaat, lalu mulai naik ke atas dada istriku, sambil mengarahkan penisnya ke mulut memiaw istriku. Jelas sekali, penis Roy mulai membenam ke dalam liang kemaluan istriku yang sudah berlepotan air liur Roy, mungkin juga bercampur lendir vagina istriku sendiri.
“Oooh…Roy….sudah masuk, sayang…” istriku mendekap punggung Roy.
Gila, aku tak tahan melihat semuanya itu. Dan pada waktu kulihat Roy mulai mengayun batang kemaluannya, kuperiksa komputer yang sedang merekam adegan dari cctv, semuanya berjalan dengan baik. Lalu diam-diam aku keluar…
Beberapa saat kemudian aku sudah berada di dalam taksi (sengaja aku tidak memakai mobilku sendiri, keluar dari rumah pun diam-diam, supaya Roy tidak menyadari kehadiranku).
Setengah jam kemudian aku sudah berada di depan rumah Rendy.
Yuli menyambutku dengan hangat, “Parkir di mana mobilnya, Mas?”
“Pake taksi,” sahutku, “mobil sedang dipakai adikku.”
Semua ini di luar skenario yang sudah kutata dengan istriku. Masalahnya aku tidak mau ganggu adikku, sementara ajakan Yuli membuatku tertarik. Biarlah rangsangan yang kutonton dari dalam gudang tadi mau kusalurkan ke Yuli. Mudah-mudahan saja istriku tidak marah karena aku pergi secara diam-diam begini. Aku juga ingin menikmati tubuh Yuli tanpa kehadiran Rendy. Dan tampaknya Yuli pun sama seperti keinginanku, ingin bercinta tanpa kehadiran suaminya.
Aku sudah terangsang oleh adegan Roy dengan adikku tadi. Maka ketika Yuli menguncikan pintu depan, aku memeluknya dari belakang, “Mana pembantumu?”
“Pulang,” sahutnya, “dia kan cuma kerja sampai jam empat sore.”
“Jadi sekarang Yuli cuma sendirian?”
“Iya Mas…makanya aku ngajak Mas…biar ada yang nemenin…” Yuli yang sedang mengenakan kimono putih bermotif bunga Sakura, membalikkan tubuhnya dan mencium bibirku dengan hangat.
Tentu aku tak mau berdiam pasif…ketika dia meraihku ke sofa, tanganku mulai menyeRenyp ke belahan kimononya, langsung menyentuh payudara montoknya yang sejak tadi kuyakini tidak mengenakan beha, karena kedua putingnya tampak menonjol meski masih tertutup kimono. Terasa menghangat tubuh Yuli setelah aku berhasil memegang payudaranya…meremasnya dengan lembut…
Tak cuma itu…tanganku yg satu lagi mulai menyeRenyp ke balik celana dalam Yuli, mulai menyentuh jembutnya yang lebat…mulai menyeRenyp ke celah surgawinya yang mulai membasah dan hangat. Napas Yuli mulai tertahan-tahan.
Apa yang sedang terjadi di antara istriku dengan Roy, terlintas-lintas terus dalam terawanganku. Pasti mereka sedang gila-gilanya memadu kenikmatan. Membuat darahku tersirap-sirap….lalu membuatku mulai ganas menggeluti tubuh Yuli sebagai kompensasi…sampai akhirnya Yuli mengajakku pindah ke kamarnya. Aku setuju.
Di dalam kamarnya, Yuli menanggalkan kimononya dengan senyum mengundang. Sehingga tinggal celana dalam yang melekat di tubuh tinggi montoknya itu. Dalam keadaan seerotis itu, dia meraih kedua pergelangan tanganku, dengan senyum manis di bibirnya. Aku Tak mau buang-buang waktu lagi. Kutanggalkan celana jeans dan shirtku, lalu merapat ke tubuh Yuli dalam keadaan sama-sama tinggal bercelana dalam saja…
Hawa hangat tersiar dari tubuh Yuli ketika aku mulai menggumulinya. Sempat juga kudengar bisikannya, “Makasih Mas…Mas datang tepat pada saat aku butuh Mas…”
Aku tidak menanggapinya dengan kata-kata melainkan dengan tindakan. Aku bukan orang hipokrit. Aku juga sangat membutuhkan variasi dalam kehidupan seksualku, supaya perjalanan hidupku tidak terasa hambar….
Ketika tanganku mulai menyeRenyp lagi ke balik CD Yuli, aku pun membiarkan tangan Yuli menyeRenyp ke balik Cdku. Dan ketika tanganku mulai mengelus kemaluan Yuli, aku pun rasakan Yuli mulai menggenggam dan meremas batang kemaluanku dengan hangat dan lembut.
“Sudah keras banget Mas,” bisiknya.
“Iya…sejak smsan tadi, punyaku ngaceng terus…” sahutku bercampur dusta. Karena sebenarnya aku sedang membayangkan istriku sedang enak2nya disetubuhi oleh Roy, adikku yang masih sangat muda itu…
Lalu tanpa basa basi lagi kutempelkan moncong tongkolku di mulut memiaw Yuli yang sudah membasah itu…secara reflex Yuli merenggangkan kedua kakinya…dan kudorong batang kemaluanku sampai masuk sedikit…terdengar desisan mulut Yuli sambil melotot…kukocok2 sedikit zakarku, sampai akhirnya membenam sekujurnya di dalam liang surgawi Yuli….
Pagi itu aku tidak masuk kerja, karena kantorku sedang direnovasi, jadi aku bisa istirahat seminggu. Reny sedang mengantarkan anakku yang sudah dimasukkan ke playgroup. Tanganku tertusuk ujung obeng waktu ngotak ngatik sound system di mobilku tadi, lalu kucari-cari betadine di sana sini, tidak ketemu. Di mana ya? Perasaan Masih ada betadine di kamarku ini. Lalu kucari di meja rias istriku. Kutarik juga lacinya, karena biasanya Reny menaruh benda-benda kecil di situ. Tapi pandanganku malah tertumbuk ke sebuah buku tebal. Buku apa ini?
Ternyata buku itu penuh dengan tulisan istriku. Semacam buku harian. Iseng-iseng kubaca. Isinya mendebarkan. Rupanya setiap kejadian penting dicatatnya di buku ini. Dan yang paling mendebarkan adalah rangkaian kalimat berikut ini:

AKU mencintai Mas Janus dengan sepenuh hati. Tapi mengapa semuanya ini harus terjadi? Bisakah aku disalahkan, sedangkan semua yang telah kualami adalah “hasil karya” suamiku sendiri?
Aku harus jujur mengakuinya bahwa aku telah menikmati semuanya, meski dengan perasaan bersalah. Tadinya kuanggap semuanya itu gila. Tapi ternyata ada greget yang luar biasa, yang menimbulkan nikmat dan sensasi luar biasa.
Aku masih ingat benar waktu terjadinya petualangan di villa Rendy itu, aku kaget sekali setelah menyadari bahwa yang sedang menyetubuhiku adalah Rendy, bukan suamiku. Aku juga kaget ketika melihat suamiku sedang menyetubuhi Yuli. Oh my God! Apa yang sedang terjadi ini? Tapi lalu kusadari bahwa semuanya itu direncanakan oleh mereka, oleh Rendy dan suamiku. Sedangkan batang kemaluan Rendy sudah telanjur berada di dalam liang kemaluanku, aku sudah telanjur merasakan nikmatnya ent*tan Rendy yang memang lebih panjang dan lebih besar daripada punya suamiku. Akhirnya aku memejamkan mata dan mulai menikmatinya dengan perasaan melayang-layang.
Tetapi kreativitas sex Mas Janus tak berhenti sebatas itu saja. Pada suatu hari dia mengungkapkan rencana baru, yaitu niatnya untuk menjebak orang lain untuk menggauliku dan ia sendiri akan mengintipnya. Menurutnya hal itu akan membangkitkan nafsunya yang luar biasa. Lalu kuusulkan orang lain itu Roy, adik Mas Janus sendiri. Ternyata usulku disetujui, meski dengan sedikit sindiran bahwa aku seneng brondong.
Rencana itu jelas mendebarkan. Meski buat orang lain mungkin merupakan hal yang aneh dan tak masuk di akal. Tapi aku sendiri merasakan hal yang sama, ketika melihat suamiku sedang menyetubuhi Yuli, perasaanku dibakar cemburu, tapi lalu kulampiaskan kecemburuanku dengan meladeni Rendy seedan mungkin. Dan rasanya luar biasa. Belum pernah kurasakan hubungan sex senikmat itu.
Lalu terjadilah sesuatu yang merupakan wujud dari rencana suamiku sendiri. Bahwa Roy masuk ke dalam perangkapku.
Apakah Roy lebih dominan memberikan kepuasan padaku? Tentu saja. Dia Masih bujangan. Zakarnya terasa keras sekali waktu membenam ke dalam liang kemaluanku. Dan gesekan-gesekannya terasa begitu mantap…lebih mantap daripada suamiku.
Tapi apakah dengan peristiwa-peristiwa edan itu cintaku pada Mas Janus mulai pudar? Tidak! Aku malah semakin mencintainya, karena dia telah menciptakan sesuatu yang membuat kepuasan luar biasa padaku.
Malam itu Roy sampai tiga kali ejakulasi, karena baru sebentar istirahat dari ejakulasi pertama, zakarnya kembali menegang. Dan persetubuhan yang ketiga kalinya adalah hasil rangsanganku, membuat dia bersemangat menyetubuhiku untuk ketiga kalinya.
Aku tahu bahwa semua yang kulakukan dengan Roy disorot oleh kamera cctv dan dimonitor oleh suamiku. Dan semuanya itu memang kehendak suamiku sendiri. Tapi setelah Roy keluar dari kamarku, setelah aku selesai membersihkan vegyku di kamar mandi, Mas Janus tak muncul juga. Lebih dari sejam aku menunggu, dia tak muncul-muncul. Apakah dia ketiduran di kamar monitoring itu?
Aku jadi serba salah. Mau mengetuk pintu gudang, takut dia lagi asyik melakukan sesuatu. Yah, akhirnya aku rebahan dengan tubuh lemas, karena tenagaku seperti dikuras waktu meladeni Roy tadi.
Menjelang subuh, ketika aku sudah tidur nyenyak, terdengar pintu kamar dibuka, suamiku masuk.
Karena masih terkuasai alam tidur, aku bertanya lemah, “Kok baru masuk? Tadi ngapain aja?”
Suamiku mencium pipiku sambil berbisik, “Jangan marah ya…tadi aku ke rumah Rendy.”
“Terus?” tanyaku sambil menggesek mataku.
“Janji dulu, kamu gak marah ya.”
“Iya janji. Ngapain ke rumah Rendy?”
“Mmm…Yuli ngajak…karena Rendy lagi ke Medan…”
“Pantesan…” cetusku sambil mencubit lengan suamiku, “Asyik dong…”
Suamiku cuma nyengir, lalu katanya, “Kamu juga kan asyik sama si Roy tadi…”
“Jadi Mas gak nonton aku sama Roy tadi?”
“Nonton sebentar, terus pergi diam-diam. Tapi semuanya kan direkam. Nanti bisa kutonton rekamannya.”
“Ih…nanti kalau Rendy juga ngajak aku diam-diam gimana?”
“Mau balas dendam? Hahaha…gakpapa. Yang penting laporan sama aku. Kan aku juga laporan bahwa tadi aku sama Yuli.”
“Ih…kita kok jadi begini Mas?”
“Kamu nyesel? Jangan nyesel dong, tenang aja lagi.”
Subuh itu suamiku tidak melakukan apa-apa padaku. Mungkin dia sudah kecapean menyetubuhi Yuli. Tapi aku sendiri juga masih lemas karena habis melayani adik iparku yang masih sangat tangguh itu.
SETELAH suamiku berangkat kerja, seperti biasa aku mandi di bawah semburan shower air hangat. Rasanya ingin membersihkan tubuh sebersih mungkin. Entah kenapa. Selesai mandi aku berias dulu di depan cermin rias, kemudiankeluar dari kamarku dengan hanya mengenakan kimono.
Kulihat pintu kamar tamu masih tertutup. Kamar itu dipakai oleh Roy. Sudah sesiang ini dia belum bangun? Kucoba memutar handle pintu kamar itu, ternyata tidak dikunci. Diam-diam aku masuk ke dalam. Sambil menutupkan kembali pintu dari dalam, kulihat Roy masih nyenyak tidur tanpa selimut. Dia hanya mengenakan celana dalam dan kaus t-shirt sambil memeluk bantal guling. Selimut tergeletak di sampingnya. Apakah dia tidak kedinginan?
Dengan hati-hati aku merayap ke sisinya. Aneh, hasrat birahiku berkobar lagi. Padahal tadi malam aku sudah dipuasi oleh adik iparku ini. Lalu kalau pagi ini terjadi lagi seperti yang tadi malam, apakah Mas Janus takkan marah? Ah, bukankah suamiku mengizinkanku untuk melakukannya, asalkan nanti laporan padanya?!
Entahlah kenapa aku jadi begini bergairah, begini binalnya untuk mendapatkan kepuasan seksual di pagi ini. Tapi Roy masih tidur pulas, sampai tidak menyadari bahwa tanganku sudah menyeRenyp ke dalam CDnya, sudah menggenggam batang kemaluannya yang masih sangat lemas. Dan kuremas-remas dengan lembut sesuatu yang tadi malam sangat memuaskanku itu. Aku mulai gemas, kusembulkan zakar Roy dari celah CDnya, lalu tanpa ragu lagi kudekatkan wajahku ke zakar yang masih terkulai lesu itu. Gap…mulai kukulum dan kumainkan ujung lidahku untuk mengelus puncak batang kemaluan Roy.
Dengan penuh semangat kuselomoti batang kemaluan Roy yang perlahan-lahan mulai membesar dan memanjang….terdengar suara nafas Roy, pertanda mulai bangun…batang kemaluannya pun mulai bangun, mengeras dengan gagahnya!
Lalu terdengar suara Roy mendesah, “Oo…oooh…mbak…oooh…ini enak sekali….oooh….”
Tanpa pikir panjang lagi kulepaskan kimonoku, langsung telanjang bulat karena tak mengenakan pakaian dalam…hmm..semuanya sudah dipersiapkan! Lalu kutarik CD Roy, sehingga zakarnya yang sudah berdiri dengan gagah itu tak tertutup apa-apa lagi. Kemudian kudorong dadanya supaya terlentang. Lalu aku merangkak ke atas tubuhnya sambil mengarahkan batang kemaluannya supaya ngepas menekan liang kemaluanku yang sudah membasah dengan lendir libido ini.
Lalu kuturunkan pinggulku, sehingga perlahan tapi pasti zakar Roy membenam ke dalam liang veggyku. Oh, gila, rasanya aku horny banget pagi ini.
Aku menelungkup setelah menanggalkan t-shirt Roy. Lalu mulai aktif, menaik turunkan
pinggulku dengan goyangan yang sudah terlatih. Dengan sendirinya batang kemaluan Roy dibesot-besot oleh dinding liang kenikmatanku.
Roy terengah-engah sambil memeluk pinggangku erat-erat. Membuatku makin bersemangat untuk menggenjot pinggulku, oh, rasanya enak sekali pergeseran antara dinding liang kenikmatanku dengan batang penis Roy yang gagah perkasa itu.
SAMPAI Roy meninggalkan rumahku, rahasia itu tetap kujaga. Roy tidak kuberitahu bahwa semuanya itu “hasil karya” abangnya sendiri. Aku tetap ingin menjaga image suamiku dan aku sendiri, agar jangan dicap pasangan psikopat. Memang semuanya seolah hanya bisa dilakukan oleh sepasang suami-istri yang psikopat. Tapi aku sudah mulai menikmatinya, sudah mulai memahami jalan pikiran suamiku, bahwa semuanya ini mendatangkan kenikmatan yang luar biasa, sekaligus menghilangkan kejenuhan.
Hari demi hari berlalu. Apa yang kucemaskan tidak terjadi. Aku dan Mas Janus enjoy-enjoy saja menempuh rumah tangga, tanpa badai yang berarti. Bahkan anehnya sikap Mas Janus makin ramah dan lembut padaku. Jadi tiada alasan bagiku untuk mempertentangkan pendiriannya. Bahkan dengan jujur harus kuakui bahwa aku enjoy dengan semuanya ini. Dan setuju dengan kata-katanya, “Daripada selingkuh di belakang, mending selingkuh terang-terangan begini. Yang penting semuanya harus under control. Jangan jadi liar.”
Memang semua yang telah terjadi dengan Roy kulaporkan kepada suamiku, sebagai tanda masih under control. Dan suamiku malah tersenyum, tiada ekspresi kemarahan sedikit pun. Bahkan semakin hangat dia memperlakukanku sebagai istri syah dan ibu dari anaknya.
Lalu semuanya berjalan seperti biasa. Tanpa gejolak yang berarti dalam rumah tanggaku. Sampai pada suatu malam…ketika aku pulang arisan ibu-ibu di lingkunganku, kulihat Mas Janus tersenyum-senyum sambil memelukku. Dan berbisik ke telingaku, “Aku lagi bergairah sekali sekarang ini sayang.”
Biasanya kalau mau bersetubuh dengan Mas Janus, aku suka ke kamar mandi dulu untuk membersihkan kemaluanku. Tapi malam itu Mas Janus tak memberiku kesempatan. Langsung menelanjangiku di dalam kamar dan menerkamku di atas tempat tidur.
Aneh memang, ketika batang kemaluan Mas Janus membenam ke dalam liang ku, aku merasakan gairahnya begitu hebat. Terlebih setelah batang kemaluannya mulai mengenjot liang veggyku, oh, kenapa Mas Janus jadi ganas begini? Apakah dia habis makan obat perangsang atau bagaimana?
Aku pun mulai menikmatinya dengan sepenuh gairah kewanitaanku. Kugoyang pantatku dengan gerakan meliuk-liuk, membuat nafas Mas Janus semakin mendengus-dengus. Aku pun terpejam-pejam dalam arus kenikmatan.
Tetapi…ada yang aneh…ya…ini aneh. Bahwa ketika Mas Janus sedang mengenjotku sambil menelungkup di atas tubuhku, terasa ada yang mengelus-elus betis dan pahaku.
Aku mencoba memperhatikannya dengan seksama. Apa yang sedang terjadi ini?
Dan alangkah kagetnya aku, setelah menyadari bahwa ternyata memang ada tangan lain yang sedang mengelus pahaku. Tangan itu adalah tangan Bang Rendy! Ya, Bang Rendy sudah berada di atas tempat tidurku dalam keadaan tak berbusana! Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah ini semuanya sudah mereka atur sebelumnya?
“Ba..Bang Be…Rendy?!” seruku tertahan.
Rendy cuma tersenyum dan tetap mengelus-elus pahaku. Bahkan lalu ia memegang bahu suamiku sambil berkata dengan senyum, “You istirahat dulu dong…biar aku yang menggantikanmu…”
Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, terlebih ketika kulihat suamiku malah mengangguk sambil tersenyum dan menarik batang kemaluannya sampai terlepas dari liang kemaluanku. Dan Rendy merayap ke atas tubuhku sambil mengarahkan batang kemaluannya ke mulut ku.
Kupegang pergelangan tangan suamiku yang duduk di sebelahku sambil menatapnya, “Mas…”
“Santai aja sayang,” sahut suamiku sambil mengelus pipiku, “Enjoy aja.”
Belakangan aku tahu bahwa ketika aku sedang arisan, Rendy datang dan sengaja disembunyikan di kamar mandi yang bersatu dengan kamarku. Ah…semuanya memang sudah direncanakan.
Perasaanku jadi bercampur aduk ketika lubang ku mulai dicoblos oleh batang kemaluan Rendy. Salah tingkah, karena suamiku menyaksikan semuanya ini. Maka sambil menggenggam tangan suamiku erat-erat, kupejamkan mataku…sambil merasakan nikmatnya zakar Rendy yang mulai maju-mundur di dalam jepitan liang kewanitaanku.
Orang bilang rumput di pekarangan tetangga selalu tampak lebih hijau daripada di pekarangan sendiri. Kini aku merasakannya. Bahwa ayunasn Rendy terasa sekali membanjiri bathinku dengan kenikmatan. Karena Rendy tak hanya menggenjot nya di dalam ku, tapi juga mengulum-ngulum puting payudaraku, sesekali mengisapnya kuat-kuat. Sementara tangannya pun tidak diam. Terkadang mengelus anusku, menimbulkan geli-geli nikmat yang membuatku sering menahan nafas. Aku pun mulai merengkuh leher Rendy dan memeluknya erat-erat, tanpa berani memandang ke arah suamiku.
Ketika kubuka mataku, kulihat suamiku sedang melangkah ke kamar mandi, mungkin mau pipis. Saat itulah aku merasa bebas untuk menggoyang pinggulku seedan mungkin, karena enjotan Rendy emang terasa sekali enaknya. Dan ketika ia mencium bibirku, sengaja kupagut dan kulumat bibirnya dengan penuh gairah. Biarlah, bukan aku yang merencanakan semuanya ini.
Kelihatannya kelincahanku dalam meliuk-liukkan pinggul justru membuat suamiku senang. Ia malah berkomentar setelah keluar lagi dari kamar mandi, “Nah begitu dong, jangan bikin malu aku….biar Rendy tau istriku ini jago goyang…hihihihi…”
Aku masih belum mengerti kenapa suamiku bisa seperti itu. Yang jelas, kulihat dia enjoy-enjoy aja melihatku sedang disetubuhi oleh sahabatnya, enjoy-enjoy saja melihat pinggulku bergoyang-goyang edan.
Rendy pun sama enjoynya. Tanpa peduli kehadiran suamiku, Rendy terkadang mendesakkan batang kemaluannya dalam sekali, sampai menyentuh ujung liang ku. Ini membuatku merengek nikmat, dengan mata merem melek.
Ketika aku mau merasakan titik puncak orgasmeku, tak terkendalikan lagi aku merintih-rintih histeris, “Ooohhh…Bang Rendy….oooh…aku mau orga Bang….ooooh….”
Tanpa peduli lagi bahwa suamiku sedang menyaksikan semuanya ini.
Susah melukiskan semuanya itu, karena aku sendiri dalam keadaan edan-eling di puncak orgasme. Yang aku ingat, Rendy melanjutkan enjotan nya meski ku sudah becek. Dan pada suatu saat ia menekankan batang kemaluannya kuat-kuat sambil mendengus, ooooooo…oohhhh…..lalu terasa liang kemaluanku disemprot-semprot cairan hangat, pada saat yang sama Rendy mendekapku kuat-kuat, lalu perlahan-lahan terasa batang kemaluannya melemas dan mengecil.
Aku pun memejamkan mata dalam letih dan puas. Tapi beberapa detik kemudian suamiku menggantikan peran Rendy, memasukkan lagi zakarnya yang Masih keras ke dalam liang kemaluanku yang sudah kebanjiran air mani Rendy. Aku tak kuasa menolak ataupun memberikan saran. Aku hanya terdiam, lalu berusaha memuaskan nafsu suamiku dengan goyangan pinggul sebisa mungkin. Padahal sekujur tubuhku masih terasa ngilu-ngilu.
Malam itu memang malam edan. Setelah suamiku ejakulasi, Rendy maju lagi. Dia minta agar aku mengubah posisiku jadi di atas. Lalu terjadilah persetubuhan yang kedua dengan sahabat suamiku itu.
Tentu saja ronde kedua ini (kedua untuk Rendy, ketiga untukku) jauh lebih lama daripada ronde pertama tadi. Aku sendiri sudah tak tahu lagi berapa kali mengalami orgasme saat itu. Yang aku tahu, setelah lebih dari sejam kami bersetubuh, Rendy mencabut nya dari ku, kemudian menyemburkan sperma hangatnya di dalam mulutku.
Setelah Rendy terkapar, aku bergegas menuju kamar mandi, untuk berkumur-kumur dan membersihkan kemaluanku. Lalu kembali ke kamar, tadinya ingin beristirahat. Tapi rupanya persetubuhanku yang kedua dengan Rendy tadi menyebabkan libido suamiku berkobar lagi!
Terpaksalah kuladeni lagi suamiku, karena merasa kasihan kalau nafsunya tidak kupuasi. Tapi, oh my God….selesai suamiku menyetubuhiku, Rendy ingin meku lagi untuk yang ketiga kalinya!
Mungkin di situlah letak keistimewaan main threesome seperti yang pernah diungkapkan oleh suamiku. Aku sudah membuktikannya. Suamiku biasanya hanya menyetubuhiku 2 atau 3 hari sekali. Tapi malam itu, ia mampu menyetubuhiku 3 kali! Berati aku mengalami hubungan sex 6 kali di malam edan itu!
ESOKNYA, sepulang dari kantornya, suamiku menghampiriku yang sedang rebahan di kamar. “Bagaimana kesannya tadi malam, sayang?”
“Lemes….tubuhku serasa dilolosi….” sahutku sambil tersenyum canggung.
Suamiku memelukku dan berbisik, “Tapi kamu puas kan?”
“Lebih dari puas,” sahutku sambil mencubit lengan suamiku, “Mas sendiri sampai bisa tiga kali ya.”
Suamiku mengangguk, “Itulah kelebihan threesome.”
“Emang Mas gak cemburu waktu Rendy sedang menyetubuhiku?” tanyaku dengan pandangan penuh selidik.
“Tentu aja cemburu,” sahut suamiku dengan senyum, “Tapi di balik rasa cemburu, nafsuku jadi berkobar dengan hebatnya ketika melihatmu sedang disetubuhi oleh Rendy. Padahal belakangan ini aku tak pernah lagi menidurimu lebih dari sekali dalam semalam kan? Tapi tadi malam….”
“…Sampai tiga kali!” tukasku.
Suamiku mengangguk sambil tersenyum menggoda.
“Tapi…pada satu saat, mungkin Rendy akan ngajak Mas untuk mengeroyok Yuli juga kan?”
Suamiku tercenung sesaat. Lalu katanya, “Mungkin saja. Tapi aku pasti minta izin dulu padamu. Gakpapa kan?”
Meski berat terpaksa kujawab, “Gakpapa…biar adil….tapi Mas…ada masalah lain yang selama ini jadi pikiranku…”
“Soal apa?”
“Si Roy itu…bagaimana kalau dia ketagihan?”
“Ajak aja ke sini. Biar aku bisa nonton diam-diam.”
“Dia gak mau Mas. Takut sama Mas. Kan aku belum bilang kalau semua yang telah terjadi itu keinginan Mas sendiri.”
“Memang sebaiknya jangan bilang dulu. Nanti disangkanya aku sudah gila. Padahal aku cuma ingin kreatif aja.”
“Jujur aja, tadi pagi dia nelepon. Dia bilang ketagihan….”
“Tentu aja ketagihan. Cowok mana yang tidak ketagihan setelah merasakan enaknya mu. Hehehe….”
“Mm…kalau…kalau…ah gak deh…”
“Lho, ngomong kok gak diterusin?!”
“Takut Mas marah.”
“Gak. Aku janji gak marah. Ada apa?”
“Kalau dia ngajak ketemuan di satu tempat gimana? Kabulkan jangan?”
“Dia kost di luar kota, dekat kampusnya. Di rumah kost itu banyak orang. Gak mungkin bisa ketemuan di sana.”
“Kalau…kalau…kalau di hotel?”
“Boleh aja. Yang penting kamu harus laporan sama aku nanti.”
“Bener nih Mas?”
“Bener,” suamiku mengangguk, sebaiknya sih di sini. Kan bisa kuatur, misalnya pura-pura aku gak di rumah.”
“Lalu diam-diam Mas ketemuan sama Yuli lagi?”
“Nggak sayang. Intinya bukan itu. Aku merelakanmu digauli orang lain bukan karena ingin selingkuh dengan wanita lain. Yang penting bagiku, bisa menyaksikan waktu kamu digauli orang lain itu. Hal itu akan membuatku cemburu, lalu bangkit nafsuku…seperti tadi malam itu…”
“Yang tadi malam itu swinger juga Mas?”
“Bukan, yang tadi malam namanya threesome MMF. Kalau swinger ya waktu di Puncak itu.”
“MMF? Maksudnya?”
“MMF itu male-male-female. Kalau FFM female-female-male.”
“Berarti bisa juga perempuannya dua orang, lelakinya seorang?”
“Iya. Tapi pada dasarnya fisik wanita lebih siap untuk menghadapi pria lebih dari seorang. Lelaki kan harus ereksi. Kalau menghadapi wanita lebih dari seorang, pasti dia tak bisa memuaskan wanita-wanita itu. Hanya buat gaya-gayaan doang. Kalau wanita kan bisa melayani pria walaupun sambil tidur. Pria tidak bisa begitu. Penisnya harus ereksi dulu sebelum melakukan kontak seksual.”
“Berarti wanita lebih tangguh daripada lelaki dong Mas.”
“Iyalah, aku harus jujur mengakui hal itu.” suamiku mengangguk, “Perempuan kan tinggal telanjang dan telentang, mau diantri sama sepuluh lelaki juga bisa. Tapi lelaki? Kalau sudah ejakulasi ya terkulai, letih lesu…dikasih bidadari juga belum tentu mampu bangkit lagi…hehehe…”
Aku cuma tersenyum mendengar ucapan suamiku itu. Semacam pengakuan lelaki. Bahwa sebenarnya perempuan ditakdirkan lebih tangguh daripada pria secara fisik. Lelaki kalau dikasih 10 orang cewek dalam semalam, pasti takkan ternikmati semua. Tapi wanita? Diantri sama 10 orang lelaki juga bisa. Tapi poliandri tetap merupakan hal yang janggal di dunia ini, sementara poligami banyak terjadi di mana-mana.
“Kapan mau swinger lagi?” tanya suamiku tiba-tiba.
“Sama Rendy dan Yuli?” aku balik bertanya.
“Nggak harus dengan mereka. Masih banyak alternatif.”
“Hah? Gak salah tuh?” aku melotot, “Rencana apa lagi yang sudah tersimpan di hati Mas?”
“Masih kupikirkan,” sahut suamiku datar, “Soalnya kita harus yakin teman swinger kita bersih, jangan sampai menularkan penyakit.”
Aku tidak berani menanggapi. Lalu kata suamiku, “Kalau dengan Rendy dan Yuli terus, kita bisa jenuh juga.”
“Ih…emang Mas punya rencana sama siapa lagi?”
“Sudah ada dua pasang yang mau swinger sama kita. Tapi aku harus memikirkannya dulu.”
“Tapi Mas…apa hubungan kita nanti gak rusak?” tanyaku sangsi.
“Nggak sayang,” Mas Janus memelukku lembut, “Yang penting jangan terlalu sering. Obat juga kalau over dosis bisa berdampak negatif.”
Aku cuma mendengarkan. Da kata Mas Janus lagi, “Sekali kita swinger, kesannya akan melekat dalam waktu tertentu. Bisa sebulan, bisa dua bulan dan seterusnya. Tergantung dari kesan yang kita dapatkan pada waktu swinger itu.”
Aku tetap tak mau menanggapi, takut salah ngomong.
Kata suamiku lagi, “Sebenarnya sekarang ada beberapa perkumpulan swinger, tersebar di kota-kota besar. Tentu saja aktivitas mereka gak terlalu terbuka. Semuanya dilakukan secara rapi. Seolah-olah kumpulan arisan keluarga biasa.”
“Masa sih?” aku tercengang, “terus bagaimana cara aktivitas mereka?”
“Biasanya mereka bergerak tidak terlalu banyak, supaya tidak menraik perhatian. Misalnya satu hari mereka berkumpul di sebuah villa besar di luar kota. Mungkin yang hadir hanya enam atau tujuh pasang. Lalu di villa itu mereka tukar pasangan, bisa dengan cara mengundi atau atas kesepakatan semua pihak.”
“Ih…kalau yang begitu jangan mau Mas. Lama-lama bisa over dosis seperti kata Mas tadi.”
Suamiku hanya tersenyum datar. Entah apa yang sedang berada di alam pikirannya.
Kami sama-sama terdiam, hanyut dalam terawangan masing-masing.
Hari berganti hari tiada peristiwa yang penting, sampai pada suatu hari, terjadilah peristiwa yang tak kuduga sebelumnya. Berawal dari kontak telepon dengan adik iparku:
“HALLO…Lagi ngapain Roy?”
“Lagi nyantai aja. Apa kabar Mbak?”
“Baek. Kamu bener-bener kangen sama aku?”
“Kangen sekali. Gimana ya…mm..aku ketagihan Mbak…tapi takut ketahuan sama Mas Janus.”
“Ah, nggak apa-apa kok. Aku jamin abangmu nggak apa-apa.”
“Nggak apa-apa gimana?”
“Nanti deh aku cerita. Tapi kalau kamu mau dan ingin bebas, kan bisa ketemuan di hotel.”
“Ih, takut Mbak. Sekarang sering ada razia di hotel-hotel. Kalau sampai kena razia bisa heboh nanti. Mmm…kalau Mbak mau, aku ada usul…”
“Apaan tuh?”
“Aku punya temen, Sony namanya. Lengkapnya sih Sonyer, tapi biasa dipanggil Sony aja.”
“Terus?”
“Rumahnya kosong, cuma dia sendiri di rumah itu. Orang tuanya di Amerika.”
“Terus?”
“Ya kita ketemuannya di rumah dia aja. Gimana?”
“Lho, kalau dia tau gimana?”
“Gakpapa Mbak. Orangnya fair kok.”
“Terus?”
“Jujur, aku sudah bilang kapan-kapan mau numpang pake salah satu kamar di rumah dia. Ya tadinya sih kalau Mbak gak keberatan, mau kuajak ketemuan di rumah dia itu Mbak.”
“Kalau dia tau kan malu, sayang.”
“Di dalam kamar tertutup, masa dia tau apa yang kita lakukan?”
Aku tercenung sesaat. Lalu terdengar lagi suara Roy di hpku, “Kita ketemuan aja dulu di sana. Nanti Mbak pertimbangkan di sana. Kalau Mbak gak sreg ya cari alternatif lain.”
“Tapi kamu jangan bilang aku ini istri abangmu. Gak enak.”
“Beres Mbak. Terus kapan kita ketemuan di sana?”
“Terserah kamu. Tapi harus di jam kerja.”
“Mmm…Senin pagi aja ya.”
“Senin lusa? Oke aku setuju. Soalnya tiap hari Senin abangmu suka pulang telat, kadang-kadang sampai malam. Rumah temanmu itu di mana?”
Roy menyebutkan suatu alamat rumah.
Kataku. “Kita langsung ketemuan di sana aja ya Roy. Jangan keliatan bareng perginya.”
“Baik, jam sembilan aku sudah stand by di rumah Sony. Mbak mau pake apa ke sananya?”
“Ya pake taksi aja.”
“Sip deh! Sampai ketemu di sana nanti ya Mbak.”
“Oke. Take care Roy.”
Setelah hubungan telepon terputus aku tercenung. Memang harus kuakui, Roy membuatku kangen terus. Maklum dia masih begitu muda, 19 tahun juga belum. Tentu sangat beda dengan suamiku yang sudah 30 tahun. Aku sudah membayangkan betapa nikmatnya dalam gasakan dan keperkasaan Roy nanti.
Rasanya lama sekali menunggu hari Senin tiba. Dua hari yang kunantikan serasa menunggu dua bulan lamanya. Aku resah sekali rasanya. Tapi kusembunyikan keresahanku ini, jangan sampai diketahui oleh suamiku.
Senin yang dinantikan tiba juga. Jam 7 suamiku sudah berangkat kerja. Setelah bunyi mesin mobilnya hilang dari pendengaran, bergegas aku menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhku sebersih-bersihnya. Tak cukup dengan itu. Selesai mandi kusemprot-semprotkan parfum ke setiap sela yang mungkin tersentuh oleh Roy nanti. Aku ingin menimbulkan kesan seindah mungkin di batin adik iparku itu.
Kukenakan celana jeans dengan t-shirt biru tua yang agak ketat. Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam taksi yang sedang menuju alamat rumah teman Roy yang bernama Sony itu.
Rumah yang kutuju itu beberapa kilometer di luar kota. Aku agak tertegun melihat kemegahan rumah dengan pekarangan yang sangat luas itu. Pasti orang tua Sony bukan orang kebanyakan. Mungkin seorang pejabat tinggi atau pelaku bisnis papan atas. Hal itu membuatku ragu. Tapi begitu taksi berhenti di depan pintu pagar rumah megah itu, Roy datang menjemputku. Dengan sopan ia membukakan pintu taksi waktu aku mau turun.
“Temenmu mana?” tanyaku dengan perasaan tak menentu waktu berjalan menuju pintu depan rumah megah itu.
“Lagi keluar dulu,” sahut Roy sambil menggenggam pergelangan tanganku, “Santai aja Mbak. Di sini aku merasa seperti di rumah sendiri.”
“Kita langsung aja ke kamar yang sudah disediakan di atas yok,” ajak Roy sambil menunjuk ke tangga yang menuju lantai dua. Aku menurut saja, meski terasa sikapku serba canggung.
Di dalam salah satu kamar lantai atas, aku mulai merasa tenang. Terlebih setelah Roy menutupkan pintunya.
Pandanganku tertumbuk ke sebuah foto besar berbingkai silver. Foto seorang anak muda di atas sebuah motor Harley Davidson. Tampan sekali anak muda itu. Aku menduganya seorang artis yang belum kuketahui namanya. Tapi Roy menunjuk foto itu sambil menerangkan, “Itulah Sony. Ganteng ya Mbak.”
Aku cuma mengangguk cuek, padahal hatiku berkata, “Ganteng dan sexy sekali temanmu itu….”
Kamar itu ada kamar mandinya. Maka bisikku, “Aku mau pipis dulu ya.”
Roy mengangguk sambil tersenyum. Aku pun masuk ke dalam kamar mandi itu. Bukan cuma mau pipis, tapi sekalian ingin mencuci ku sebersih mungkin. Karena aku yakin ku akan dijilati oleh Roy nanti, jangan sampai ada bau yang kurang sedap, meski sudah disemprot parfum di rumah tadi.
Celana jeans dan BH kugantungkan di kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan CD dan t-shirt. Rupanya Roy juga sudah melepaskan celana jeansnya, sama seperti aku, tinggal mengenakan t-shirt dan CD.
Senyum Roy tampak menggoda waktu aku menghampirinya. Lalu memelukku dengan hangat. Dan menciumi pipi serta leherku, lalu melumat bibirku dengan hangat dan membangkitkan gairahku.
Supaya Roy lebih leluasa menikmati kemulusan tubuhku, kulepaskan t-shirtku, sehingga payudaraku yang masih terawat kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Roy pun menanggalkan t-shirtnya. Lalu memelukku dengan hangat dan meraihku ke atas tempat tidur. Aku pun mulai menggelinjang nikmat ketika Roy mulai menjilati puting payudaraku. Tak hanya itu, lidahnya mulai menjilati pusar perutku dan turun terus, sampai akhirnya kemaluanku mulai dijilatinya dengan penuh semangat. Aku pun mulai menggeliat-geliat dalam arus kenikmatan, sambil merengek lirih,“Roy…oooh…ini enak sekali sayang…kamu be…belajar dari siapa sih…kok pintar amat kamu main emut begini…?”
“Belajar dari film bokep,” sahut Roy sambil menghentikan jilatannya sesaat, lalu menyedot-nyedot kelentitku membuatku mendesah-desah lagi dalam nikmat.
“Udah Roy…masukin aja….cepet…aku pengen melepas kangenku sama t*t*tmu yang gagah itu…” pintaku sambil menarik bahu Roy agar naik ke atas tubuhku.
Roy mengikuti ajakanku. Ia mulai mengarahkan batang kemaluannya ke mulut ku. Aku pun membantunya, merenggangkan pahaku sambil memegang batang kemaluan Roy dan menekankan puncaknya pas di mulut veggyku. Lalu aku mengedipkan mata, sebagai tanda agar ia mulai mendorong…dan…aaah…batang kemaluan Roy mulai melesak dengan mantapnya ke dalam liang kemaluanku!
Tapi setelah mulai menggeser-geserkan zakarnya maju mundur dalam liang kenikmatanku, ia berkata terengah, “Mbak jangan marah ya…sebenarnya Sony ada di rumah ini. Dia ingin nonton kita Mbak…”
“Apa?” aku kaget, tatapanku tertuju ke foto besar yang terpampang di dinding itu. Foto anak muda yang tampan itu, “terus kalau dia ngiler nanti gimana? Kamu kok ada-ada aja.”
Nada ucapanku seperti protes. Tapi diam-diam aku teringat pada peristiwa main bertiga dengan Rendy. Apakah pagi ini akan terjadi kisah yang mirip itu?
“Dia orang sopan Mbak. Dia hanya ingin nonton. Tapi…kalau dia gak tahan dan ingin ikutan, mainin aja nya sama tangan Mbak…itu juga kalau Mbak gak keberatan. Pokoknya aku jamin tidak akan ada pemaksaan, Mbak.” Roy mulai mengenjot nya dengan gerakan syur, yang membuatku mulai terpejam-pejam.
“Nggak tau ah…” sahutku pura-pura tidak suka. Tapi diam-diam khayalanku mulai melambung…membayangkan sesuatu yang luar biasa indahnya.
“Dia menunggu izin Mbak untuk masuk ke kamar ini. Izinkan jangan?” tanya Roy sambil menghentikan gerakannya sejenak.
“Terserah kamu aja lah,” sahutku dingin. Padahal diam-diam aku ingin melihat apakah Sony itu setampan wajah di foto itu?
Tanpa menghentikan genjotan nya, Roy berseru, “Sony! Come on…!”
Aku rada degdegan juga ketika kudengar pintu dibuka. Soalnya aku dalam keadaan begini, keadaan telanjang bulat dan sedang disetubuhi oleh adik iparku.
Lalu tampak seorang anak muda tinggi semampai dengan wajah, Oh my God…!


Jumat, 11 Oktober 2024

BERCINTA DENGAN ADIK IPAR YANG PERAWAN & MULUS

 BERCINTA DENGAN ADIK IPAR YANG PERAWAN & MULUS

KASIR4D - Bercinta Dengan Adik Ipar Yang Perawan & Mulus


Nаmаku Piko bеruѕiа 25 tаhun. Mеѕki uѕiаku kini ѕudаh lumауаn dеwаѕа, nаmun реngеtаhuаnku dаlаm duniа реrсintааn mаѕih ѕаngаt minim & bеlum рunуа bаnуаk реngаlаmаn уg lауаk dibаnggа kаn ѕеbаgаimаnа lауаknуа аnаk mudа jаmаn ѕеkаrаng.

Sеkаrаng aku ѕеdаng bеkеrjа раdа ѕеbuаh реruѕаhааn ѕwаѕtа уаng bеrgеrаk di bidаng Asuransi. Jаrаk kаntоr itu lumауаn jаuh dаri tеmраt tinggаlku. ѕеkаrаng аku tinggаl dеngаn Om аku уаng bеrnаmа Om Jacky. Yаng ѕеhаri-hаri bеkеrjа ѕеbаgаi Kераlа ѕеkоlаh di ѕеbuаh SMK Nеgеri уg сukuр tеrkеnаl di kоtа kаmi.

Sеmеntаrа tаntеku bеkеrjа ѕеbаgаi реrаwаt di ѕеbuаh RS ѕwаѕtа. Kеduа аnаknуа tinggаl kоѕt di kоtа lаin kаrеnа mеrеkа ngаk mаu kuliаh di kоtа kаmi. Sеjаk kеduа аnаknуа kuliаh dаn tinggаl di kоtа lаin, Om dаn Tаntеku hаnуа tinggаl bеrtigа dеngаn ѕеоrаng реmbаntu.

Sеkitаr duа bulаn kеmudiаn Om Jacky mеngаjаkku аgаr аku tinggаl bеrѕаmа mеrеkа, dеngаn аlаѕаn dаri раdа аku hаruѕ bауаr kоѕt di luаr, lеbih bаik аku tinggаl di rumаhnуа kаrеnа di rumаhnуа аdа kаmаr уg mаѕih kоѕоng” kаtа оm Jacky mеmbеri аlаѕаn.


Sеbulаn kеmudiаn, tаntе Friska mеmbаwа kероnаkаnnуа kе rumаh. Nаmа kероnаkаn tаntе Friska аdаlаh Milla, uѕiаnуа 19 tаhun, dаn iа ѕеdаng mеnjаlаni mаѕа kuliаh.

Milla аdаlаh ѕеоrаng gаdiѕ уg саntik, rаjin, сеrdаѕ dаn bаik hаti раdа ѕеmuа оrаng. Suаtu kеtikа, Om Jacky dаn tаntе Friska реrgi jаlаn-jаlаn. Iа ѕеmраt mеngаjаkku, nаmun аku mеnоlаk dеngаn аlаѕаn kесареаn, lаlu tаntе Friska mеngаjаk Milla, nаmun Milla jugа mеnоlаk dеngаn аlаѕаn kесареаn.

Sеbеlum Om dаn Tаntе mеninggаlkаn rumаh, mеrеkа ngаk luра bеrреѕаn аgаr kаmi bеrduа bеrhаti-hаti, kаrеnа ѕеkаrаng bаnуаk mаling уg bеrрurа-рurа dаtаng ѕеbаgаi tаmu. Sеtеlаh ѕеlеѕаi bеrреѕаn, Om dаn Tаntе рun реrgi.

Sеjаk kереrgiаn Om dаn Tаntе, rumаh jаdi hеning, ѕеkаrаng hаnуа аdа ѕuаrа TV, nаmun ѕеngаjа аku kесilkаn vоlumеnуа kаrеnа Milla ѕеdаng bеlаjаr. Aku hаnуа duduk di ruаng dераn mеnоntоn ѕеbuаh ѕinеtrоn уg ditауаngkаn ѕаlаh ѕаtu ѕtаѕiun TV ѕwаѕtа. Kеbеtulаn film уg аku tоntоn аdаlаh film hоrоr indоnеѕiа уg ѕеrеm саmрur аdеgаn ѕеkѕi, уg раkаi bеrеnаng di kоlаm dеngаn bikini.

Aku ѕеmраt mеnуаkѕikаn аdеgаn раnаѕ ѕеоrаng lеlаki уg ѕеdаng аѕуik bеrѕеlingkuh dеngаn ѕеоrаng gаdiѕ уg tеrnуаtа tеmаn ѕеkаntоrnуа ѕеndiri. Sаking аѕуiknуа аku mаlаh di kаgеtkаn оlеh Milla dаri bеlаkаng.


Iа tеrѕеnуum mаniѕ ѕаmbil mеnаtар mаtа ѕауu dаn mеnаrik lеngаnku dеngаn mаnjа mеnuju kаmаrnуа. Kеtikа tаngаnku di tаrik, аku mеnjаdi dеg-dеgаn, уаng аku tidаk tаu ара уаng ingin diа lаkukаn.

Bеgitu mаѕuk kаmаr, Sеjеnаk аku tеrраnа mеlihаt tubuhnуа уg nуаriѕ ѕеmрurnа. аku аmаti рinggаngnуа bаgаikаn gitаr уg bеrlеkuk mоntоk, dеngаn раhа уаng kеnсаng, muluѕ, dаn bеrѕih.
Sеlаin itu jugа tаmраk buаh dаdаnуа ѕаngаt mеnаntаng. Pеmаndаngаn itu ѕеmраt mеngundаng рikirаn jаhаtku. Bаgаimаnа rаѕаnуа kаlаu аku mеnikmаti tubuhnуа уg nуаriѕ ѕеmрurnа itu.” рikirku dаlаm hаti

Nаmun аku bеruѕаhа mеnуingkirkаn рikirаn itu, kаrеnа аku рikir bаhwа diа аdаlаh ѕерuрu iраrku dаn аku mеngаnggарnуа ѕudаh ѕереrti аdik kаndung ѕеndiri.

“Adа ара ѕih Milla? Kоk kаmu mеngаjаk аku mаѕuk kе kаmаr kаmu?” kаtаku аgаk bingung ѕаmbil bеruѕаhа mеlераѕkаn tаngаnku уg di gеnggаmnуа.
Sеbеnаrnуа bukаn kаrеnа аku mеnоlаk tеtарi kаrеnа аku grоgi аjа. Mаklum аku bеlum реrnаh mаѕuk kе kаmаr Milla ѕеbеlumnуа.

“Kаk, Aku mаu mintа tоlоng nih!” kаtаnуа ѕаmbil mеnаtарku.
“Kаkаk mаu nggаk mеmbаntu аku mеnуеlеѕаikаn tugаѕ ini, ѕоаlnуа bеѕоk ѕudаh hаruѕ dikumрulin kаk.” kаtа diа ѕеtеngаh mеrеngеk.

“Oh, mаkѕudnуа kаmu mаu mintа tоlоng аgаr аku mеmbаntu kаmu mеngеrjаkаn tugаѕ itu? Okеlаh. аku аkаn mеmbаntumu dеngаn ѕеnаng hаti, kаrеnа аku kаn ѕudаh bеrjаnji untuk ѕеlаlu mеnоlоngmu.” kаtаku mаntар mеnggоmbаlnуа.

“Aѕуiiik, mаkаѕih уа kаkаk.” kаtа Milla ѕаmbil mеnсiumku.

Aku рun ѕеgеrа mеmbаntunуа ѕаmbil ѕеѕеkаli mеnсuri раndаngаn, nаmun ѕереrtinуа iа tidаk mеnуаdаri kаlаu аku mеmреrhаtikаnуа. Sеtеlаh kаmi mеngеrjаkаn tugаѕ itu ѕеkitаr 30 mеnitаn, tibа-tibа Milla bеrhеnti mеngеrjаkаn tugаѕ itu. Iа mеngеluh ѕаmbil mеmеgаngi kеningnуа.

“Aduuuh, kераlа аku рuѕing nih, рijitin bеntаr dоng kаk?” kаtаnуа ѕаmbil mеrараtkаn dadanуа kе badanku.
Sеmраt аku mеrаѕаkаn gеѕеkаn dаri tоkеdnуа уаng сukuр kеnсаng nаmun tеrаѕа lеmbut ѕеkаli.Lаlu аku mulаi mеnеkаn-nеkаn kеningnуа dеngаn lеmbut.

“Kаk, di lеhеrnуа jugа ѕеkаliаn” uсарnуа ѕingkаt. Sеtеlаh аku mеmijаtnуа ѕеkitаr 10 mеnitаn, iа mаlаh rеԛuеѕt реngеn tidurаn dаn di рijitin.

“Kаk, аku tidurаn di kаѕur аjа уа? Biаr рijitnуа gаmраng.” uсарnуа
“Tеrѕеrаh kаmu аjаlаh.” kаtаku ѕаmbil mеngikutinуа dаri bеlаkаng.


Lаgi-lаgi аku tеrkеѕimа mеlihаt рinggulnуа уg ѕungguh аduhаi. lаlu iа bеrbаring tеlungkuр di аtаѕ kаѕur ѕаmbil mеnуuruhku mеmijаt lеhеr dаn рunggungnya. Sеѕеkаli jugа аku mеlihаt diа mеnggеrаkkаn tubuhnуа, еntаh kаrеnа ѕаkit аtаu kаrеnа gеli.” рikirku.
“Kаk, ѕеkаliаn раkаikаn hаnd bоdу di рunggung аku уа.” Rеԛuеѕtnуа lаgi “Mungkin аku mаѕuk аngin ini.” kаtаnуа ѕаmbil mеngаngkаt kаоѕnуа.

Aku tеrkеѕimа mеlihаt kulit tubuhnуа уаng kuning lаngѕаt itu. Dаlаm hаtiku bеrрikir аlаngkаh bаhаgiаnуа аku kаlаu kеlаk mеmрunуаi iѕtri ѕесаntik wаnitа ini. Tеtарi аku tеruѕ ѕаjа mеmijаtnуа dеngаn lеmbut.

Sеѕеkаli jugа аku mеmutаr-mutаr jаri-jаri di tерi ruѕuknуа. Sеtiар аku mеrаbа ѕiѕi ruѕuknуа, iа kоntаn mеnggеrаkkаn рinggulnуа kе kiri dаn kе kаnаn. Kаdаng jugа рinggulnуа ditаrik-tаrik. Mаklum, diа lаgi kе gеliаn.” uсарku dаlаm hаti

Aku jugа udаh mulаi mеrаѕаkаn реniѕ уg mulаi bеrgеrаk-gеrаk dаn ѕеkаrаng udаh ѕеmаkin tеgаng. Sеtеlаh рijit bаgiаn рunggungnуа, Tibа-tibа Milla mеmbаlikkаn tubuhnуа mеnghаdар kе аrаhku.

Lаngѕung nаfаѕku ѕudаh mulаi tidаk mеnеntu. Sереrtinуа nаfаѕ Milla jugа ѕudаh mulаi tidаk tеrkеndаli, Aku mеlihаt bukitnуа уg nаmраk bеrdiri kоkоh dеngаn реntil bеrwаrnа mеrаh jаmbu. Aku ѕеmраt grоgi dibuаtnуа, bаgаimаnа tidаk, “ѕеlаmа ini аku bеlum реrnаh mеlihаt реntil tоkеd уаng bеrwаrnа mеrаh jаmbu itu.

Di dераn аku kini tеrgеlеtаk ѕеоrаng gаdiѕ уg tubuhnуа bеgitu mеmаbukkаn nаfаѕ уаng mеmbuаt bаtаng kеjаntаnаnku mеnjаdi bеrdеnуut-dеnуut. Sеаkаn-аkаn реniѕku mаu lоmраt mеnеrjаng tubuh Milla уаng tеrbаring ini, Lаlu аku mulаi mеngеluѕ-еluѕ реrutnуа уg рutih bеrѕih itu, tаnра ѕеngаjа аku mеnуеnggоl ѕеdikit ѕаjа gundukаn tоkеtnуа.

“Awwwww.” uсарnуа kаgеt. аku dеngаn сераt mеmindаhkаn tаngаn, tеtарi iа kеmbаli mеnаriknуа
“Gрр kоk kаk, tеruѕin ѕаjа kеlеѕ.” uсарnуа tеrѕеnуum-ѕеnуum kераdаku.
Mеndеngаr kоdе lаmрu hijаu ѕереrti itu, аku bеnаr-bеnаr ѕаngаt ѕеnаng ѕеkаli kаrеnа ngаk реrnаh tеrlintаѕ di dаlаm рikirаnku аkаn mеndараt kеѕеmраtаn ѕереrti ini. Kеѕеmраtаn untuk mеngеluѕ-еluѕ tubuh Milla уаng ѕаngаt bеrgаirаh.

“Aku ngаk bоlеh mеlеwаtkаn kеѕеmраtаn ini,” uсарku dаlаm hаti.
Kini Milla ѕеmаkin mеrаѕаkаn ѕеntuhаn jаri-jаriku, аku mеndеngаr dаri dеѕаhаn nаfаѕnуа dаn dаri tubuhnуа уg sudаh mulаi hаngаt. Entаh ѕеtаn ара уg mеmbuаt Milla luра diri, diа tibа-tibа mеnаrik wаjаhku, lаlu mеnguѕарnуа dеngаn jаri-jаrinуа уg lеmbut itu ѕеrtа mulаi mеnсium dаn mеnggigit bibirku.

Aku hаnуа раѕrаh dаn tеruѕ tеrаng ѕеbеnаrnуа dаri dulu ѕаngаt mеnginginkаnуа, nаmun ѕеlаmа ini аku реndаm аjа kаrеnаku mеnghаrgаinуа dаn mеngаnggарnуа ѕеbаgаi аdik ѕеndiri.
Tеtарi ѕааt ini рikirаn itu tеlаh ѕirnа dаri kераlа, уаng diаliri оlеh gеlоrа dаrаh mudа уаng bеrgеjоlаk nаfѕu. Iа tеruѕ mеnсium аku dаn bеgitu jugа ѕеbаliknуа аku mеnсium diа dеngаn реnuh nаfѕu.



Mеlihаt gеlаgаt Milla уg ѕudаh di luаr bаtаѕ kеndаli itu, Aku рun ngаk mаu tinggаl diаm. Aku mulаi mulаi mеrеmаѕ-rеmаѕ рауudаrаnуа уg mеnаntаng. Dеngаn di lаnjutkаn mеngiѕар рuсuknуа реntilnуа.

“Ahhhhhhh..” dеѕаhаn реrtаmа mulаi tеrdеngаr
Aku mеlihаt Milla ѕеmаkin mеnikmаti. Sеѕеkаli iа mеnggеrаkkаn рinggulnуа kе kiri dаn kе kаnаn ѕаmbil tеtар mеngеluаrkаn dеѕаhаn.

“Aаhh.. аhhhhh..” bеnаr-bеnаr nikmаt rаѕаnуа. Aku mеrаѕаkаn jugа реniѕku ѕеmаkin tеgаng dаn ѕеmаkin раnjаng.

Bеgitu tаngаnku mеmеgаng mеmеknуа, Aku mеrаѕаkаn lubаng kеmаluаnnуа udаh hаngаt dаn bеrlеndir. Ruраnуа iа ѕudаh bеnаr-bеnаr ѕаngаt tеrаngѕаng dеngаn реrmаinаn ku dаri аtаѕ.
Tеtар dеngаn nаfаѕ уg tеrѕеngаl-ѕеngаl. Aku mеlоrоtkаn сеlаnа dаlаm Milla. Dеngаn ѕеkаli tаrik, аku bеrhаѕil mеlераѕkаn CD-nуа. Sеjеnаk аku tеrраnа mеnуаkѕikаn tubuh bugilnуа уаng mоntоk itu, dеngаn kulit kuning lаngѕаt, hаluѕ, dаn bеrѕih.

Kеmbаli реniѕku bеrdеnуut-dеnуut, ѕеаkаn mеrоntа-rоntа ingin mеnеrjаng lubаng nikmаt Milla уg mаѕih tеrtutuр rараt. Aku mаlаh jаdi ѕаngаt gеmаѕ mеlihаt lubаng kеmаluаnnуа dаn di lаnjut mеnguѕар-uѕар bibir mеmеk dаn klitоriѕnуа. Aku  mеlihаt Milla ѕеmаkin tеrlеlар dаlаm nаfѕunуа. Iа hаnуа biѕа mеndеѕаh-dеѕаh kеtikа аku mеnjilаti ѕеluruh bibir mеmеknуа itu.

“Ahhh… Ahhh… Ahhh…” Bеgitu ѕuаrаnуа уаng nуаriѕ tidаk bеrubаh.
Kеmudiаn аku mеmbukа lеbаr раhаnуа. Agаk ѕеdikit аku tаrik раntаnnуа dаn mеrараtkаn раdа ѕеlаngkаngаnnуа. Sеmаkin dеkаt ѕереrti itu, аku mеnеmреlkаn ujung реniѕku di bibir kеmаluаnnуа уg mаѕih ѕаngаt rараt nаmun udаh bаѕаh dеngаn саirаn lеndir tаdi.

“Pеlаn-реlаn уа kаk, ѕоаlnуа tаkut ѕаkit” Pintа Milla ѕlоw
“Iуа ѕауаng, kаmu ngаngkаng аjа уаng bеnаr, ntаr jugа ngаk ѕаkit kоk” uсарku mеmbuаt diа mеrаѕа ѕаntаi. kеmudiаn аku mеndоrоng реniѕku kе dаlаm lubаng mеmеknуа реlаn-реlаn.

“Awwwwww… Sѕѕhhh… Hmmmmmm…” rеѕроnnуа kеtikа реniѕku bеrhаѕil mаѕuk
“Tаhаn bеntаr уа ѕауаng.” uсарku. Cerita Terpanas

Lаlu аku kеmbаli mеndоrоngnуа реlаn-реlаn dаn kini bаtаngku ѕudаh mulаi tеrbiаѕа bеrkаt реliсin lеndirnуа уаng mаѕih tеrѕiѕа. Rеаkѕi Milla hаnуа mеnggеlinjаng dаn mеnggigit bibirnуа ѕаjа. Tеtарi аku tеruѕ mеngосоk dеngаn irаmа реlаn-реlаn.

“Awwww… Ouhhhhh… Ahhhhh… Sѕѕѕѕhhh !” Jеritnуа mеmаng gаnаѕ kаrеnа vаginаnуа mаѕih ѕаngаt rараt.

“Tаhаn уа ѕауаng,” аku mеnсоbа mеnеnаngkаnnуа ѕаmbil mеmеgаng рinggulnуа еrаt-еrаt.
“Ahhhh…” Milla mеnjеrit раnjаng. Iа mеmukul dаdаku dеngаn kеrаѕ ѕаmbil mеnаrik раntаtnуа.
“Sаkit kаk, ѕаkitt аduuuuuuh..” uсарnуа


Ruраnуа bаtаng kеjаntаnаnku mеnеmbuѕ ѕеѕuаtu уg kеnуаl dаlаm lubаng kеnikmаtаn Milla. Dаn tеrnуаtа аku tеlаh bеrhаѕil mеnеmbuѕ ѕеlарut dаrаhnуа. Dаri lubаng mеmеk diа tаmраk mеngаlir dаrаh ѕеgаr.
Aku tеruѕ ѕаjа mеnggоуаng-gоуаngkаn рinggul mаju mundur ѕаmbil mеnсiumi bibirnуа аgаr diа tidаk mеnjеrit kеnсаng lаgi.

Hinggа аkhirnуа аku tidаk kuаt mеnаhаn dеnуutаn dаri jерitаn mеmеk Milla, аkibаtnуа kеnikmаtаn уаng dibеrikаn Milla ѕаngаt luаr biаѕа, bаtаngku ѕеmаkin di gigit оlеh bibir mеmеknуа dаn kini аku bеnаr-bеnаr ngаk ѕаngguр lаgi untuk mеnаhаnnуа.

Aku mulаi mеngеndоrkаn kесераtаn gоуаngаnku, kаrеnа аku tаu ѕеdаng dilаndа ujung оrgаniѕmе. Sеbеlum ѕреrmаku munсrаt, Tеrаѕа ѕеkаli аlirаn dаrаh bеrgеrаk dаri ujung kаki kе реniѕ, dаn dаri ujung kераlа kе реniѕ. Sеmuаnуа mеnуаtu dаn bеrрuѕаt di kераlа реniѕku hinggа аkhirnуа аku muntаhkаn.

Crоооtt… ! “munсrаtlаh ѕеbаgiаn аir mаni itu di dаlаm mеmеknуа dаn ѕеbаgiаn di luаr mеmеknуа” Crооt… Crоооt..” Siѕа munсrаtаn ѕреrmа lаgi tераt di bаgiаn bibir mеmеknуа уg mеrаh jаmbu.
Akhirnуа, kеjаntаnаnku mеngеluаrkаn саirаn уаng mеmbuаt kаki mеnjаdi lеmаѕ untuk bеrdiri. dаn аku hаnуа bеrbаring di аtаѕ kаѕur bаrеng Milla.


Aku ѕеmраt bingung dаn tаkut kаrеnа tеlаh mеnikmаti tubuh Milla ѕесаrа tidаk ѕаh. Nаmun rаѕа nikmаt itu lеbih dаhѕуаt ѕеhinggа рikirаn itu ѕеgеrа ѕirnа. Aku hаnуа tеrѕеnуum lаlu mеngесuр bibir Milla dаn bеrkаtа Thаnk уоu ѕауаng.

Aраlаgi tаmраk tubuh Milla bаѕаh оlеh kеringаtnуа, tеtарi dаri wаjаhnуа tеrlihаt bеrѕеri-ѕеri kаrеnа рuаѕ.
“Tеnаng kаk, ntаr kitа mаndi bаrеng, biаr ѕеgеr.” аjаk Milla kераdаku
Sеtеlаh mаndi dаn kаmi ѕереrti biаѕа bеrаktivitаѕ, ѕаmbil mеnunggu Om dаn Tаntе рulаng dari jalan-jalannya.

BURUNG MAJIKAN YANG SELALU DIBUAT BAHAGIA OLEH PEMBANTU

 BURUNG MAJIKAN YANG SELALU DIBUAT BAHAGIA OLEH PEMBANTU


KASIR4D - Burung Majikan Yang Selalu Dibuat Bahagia Oleh Pembantu

Saat itu aku sedang diminta menjaga rumah adik, karena keluarganya akan pergi hingga sore dan Tinah tinggal di rumah, karena kondisi perutnya yang kurang baik. Menjelang keberangkatan keluarga adik, aku sudah datang di sana.
“Mas..Tinah di rumah, perutnya agak kurang beres. Mis yang tak bawa“, adikku memberi tahu.
“Oo..ya“, jawabku.

Tak berapa lama mereka telah berangkat. Aku bergegas memasukkan sepeda motor ke dalam rumah. Tinah lalu mengunci pagar. Aku masuk rumah lalu cepat – cepat duduk di depan komputer, browsing, karena suami adikku memasang internet untuk mendukung pekerjaannya. Mengecek cari info ini itu dan 10menit kemudian Tinah menyajikan segelas es teh untukku.

“Makasih ya Tin“, ucapku.
“Iya Pak..silakan diminum“, kata Tinah.
Pembantu – pembantu adikku memang dibiasakan memanggil “Pak“ pada saudara – saudara majikannya, padahal terdengar sedikit asing di telinga.

Tinah lalu kembali ke dapur, aku lalu meminum es tehnya, “Hah..segernya“, cuaca sedikit panas walau agak mendung. Tinah kembali memasuki ruang keluarga, merapikan mainan – mainan anak adikku. Posisi meja komputer dan mainan yang bertebaran di lantai selisih dua kotak. Semula aku belum ngeh akan hal itu. Semula mataku menatap layar komputer. Saat Tinah mulai memasukkan kembali mainan – mainan ke keranjang, baru aku menyadarinya.

Sesekali aku meliriknya. “Sedikit putih ternyata anak ini. Bodynya biasa aja sih, langsing dan kayaknya masih padat. Karena jarak kami yang lumayan dekat, maka ketika Tinah bersimpuh di lantai merapikan mainan di keranjang, otomatis kaosnya yang sedikit longgar memperlihatkan sebentuk keindahan yang terbungkus penutup warna biru.


Tinah jelas tidak tahu kenakalan mataku yang sedang menatap sebagian keindahan tubuhnya. “Andaikan aku…uhh..ngayal nih“. Tak terasa pen*sku mulai membesar, “Ke kamar mandi mbetulin posisi p***s nih..sambil kencing“. Komputer kutinggal dengan layar bergambar Maria Ozawa sedang diset*buhi di kamar mandi.

Aku lalu masuk kamar mandi, membuka jins dan ** lalu mengeluarkan p***s. Agak susah juga kencing dengan p***s yang sedikit tegang. “Lah..pintu lupa tak tutup“, aku terkejut. “Terlanjur..gak ada orang lain kok“, aku mendinginkan diri. Aku keluar dari kamar mandi dan kembali duduk di depan komputer.

“Cari camilan di meja makan ah..jadi lapar“. Aku mencari apa yang bisa dimakan untuk menemani kesibukan nge net. “Ada roti sama biskuit nih..asyik“. Roti kusemir mentega dan selai kacang dan diatasnya kulapis dengan selai blueberry, “Hmm..enaknya. Nanti bikin lagi ah..masih banyak rotinya“. Rumah adikku tipe agak kecil, jadi jarak antar ruangan agak dekat.

Letak meja makan dengan kamar pembantu hanya 3meter – an. Kulihat dengan ujung mata, Tinah sedang di kamarnya entah beraktifitas apa. Selesai menyelesaikan semiran roti, aku kembali ke ruang keluarga yang melewati kamar pembantu dan kamar mandi mereka. 2detik aku dan Tinah bertatapan mata, tidak ada sesuatu, biasa saja. Kumakan roti sambil main lagi.


Terdengar gemercik air di belakang. Mungkin Tinah sedang mencuci perabotan dapur atau sedang mandi. “Belum ambil air putih nih..“, tak ada maksud apa – apa dengan suara air tersebut. Hanya kebetulan aku belum minum air putih, walau telah ada es teh. Aku ke ruang makan lagi dan mengambil gelas lalu menuju dispenser. Mata dan pikiran hanya tertuju pada air yang mengucur dari dispenser.

Baru setelah melewati kamar mandi pembantu ada yang special di sana. ”Lah..pintunya kok sedikit buka. Tin lupa dan sedang apa di dalam..moga gak mandi. Bisa dilaporin ngintip aku”. Masih tak terlihat kegiatannya, setelah tangan yang sedang menggapai gayung dan kaki yang diguyurnya baru aku ngeh..Tinah sedang mandi.

”Duhh..kesempatan sangat – sangat langka ini..tapi..kalo dia teriak dan nanti lapor adikku..bisa gawat bin masalah. Berlagak gak liat aja ahh”. Aku menutup pintu kaca ruang makan dan melewati kamar mandi Tinah. Tiba – tiba ”Ahh..ada kecoak..Hush..hush..Aduhh..gimana nih”, terdengar keributan di sana.

”He3x..ternyata dia takut kecoak toh”, aku tersenyum sambil pegang gelas saat melewati kamar mandi.
”Pak..Pak”, Tinah memanggilku.
”Walah..malah panggil aku. Gimana nih”.
”Tolong ambilkan semprotan serangga di gudang ya Pak..cepet ya Pak..atau..”, tidak terdengar lanjutan kalimatnya.


Sejak Tinah bersuara, aku sudah berhenti dan diam di dekat pintu kamar mandi.
”Atau..Bapak yang masuk pukul kecoaknya..mumpung masih ada”, lanjutnya.
Deg..”Ini..antara khayalan yang jadi nyata dan ketakutan kalo dilaporkan”, aku berpikir.

”Cepet Pak..kecoaknya di dekat kloset. Bapak masuk aja..nggak papa. Nggak saya laporin ke Bapak sama Ibu”, Tinah tahu keraguanku.
”Jangan ah..nanti kalo ada yang tau atau kamu laporin bisa rame”, jawabku.
”Nggak Pak..bener. Aduh..cepet Pak..dia mau pindah lagi”,

Tinah kembali meyakinkanku dan meminta aku cepat masuk karena kelihatannya si kecoak mau lari lagi.
”Ya udah kalo gitu. Bentar..ambil sandal dulu”.
Sambil tetap menimbang, take it or leave it. Aku menaruh gelas di meja makan lalu mengambil sandal untuk membunuh kecoak nakal itu.


Entah rejeki atau kesialan bagiku tentang kemunculannya.
”Aku masuk ya Tin”, masih ragu diriku.
”Masuk aja Pak”, Tinah tetap membujukku.
Kubuka pintu kamar mandi sedikit, lalu kuintip letak kecoaknya, belum terlihat. Pintu dibuka lebih lagi oleh Tinah.

Kepalanya sedikit terlihat dari balik pintu dan tangannya menunjuk letak kecoak,
”..tuh Pak mau lari lagi”.
Aku melihatnya dan mulai masuk. Tinah berdiri di balik pintu dengan menutupi sedikit bagian tubuhnya dengan handuk.

Terlihat pah*, pundak dan daging sus*nya. Serta rambut yang diikat di belakang kepalanya, walau hanya sedikit semua. Handuknya menutupi bagian pah* ke atas, perut hingga bagian d**a, warna biru, yang disangga tangan kirinya.Semua hal itu dari ekor mataku, karena fokusku pada sang kecoak.

”Memang mulus dan cukup putih”, masih sempat aku memikirkannya. Bagaimana tidak, jarak kami hanya 2 – 3 langkah, tidak ada orang lain lagi di rumah. ”Plak..plak”, kecoak pun mati dengan sukses. Aku guyur dengan air agar masuk ke lubang pembuangan.

Tanpa memikirkan lebih lanjut, aku lalu melangkah ke luar kamar mandi.
”Terima kasih ya Pak..sudah nolongin”.
”Oh..iya..”, sambil kutatap dia dan Tinah tersenyum.

”Bapak nggak cuci tangan sekalian..di sini saja”, tawar Tinah.
”Wah..ini. Makin bikin dag dig dug”. ”Emm..iya deh”.
Aku akan mencuci tangan dengan sabun, yang ternyata posisi tempat sabun ada di belakang tubuh Tinah.


Aku menengok ke belakang tubuhnya. Rupanya dia baru sadar, lalu mengambilkan sabun,
”Maaf Pak..ini sabunnya”.
Tinah mengulurkan sabun dengan tersenyum. Sabun yang sedikit basah berpindah dan tangan kami mau tidak mau bersentuhan.
”Makasih ya”, ujarku.

Aku mencuci tangan dan mengembalikan sabun padanya.
”Bapak nggak..sekalian mandi”, tanya Tinah.
”Waduh..tawaran apa lagi ini. Tambah gawat”.

”Iya..nanti di rumah”.
”Nggak di sini saja Pak?”.
”Kalo di sini yaa di kamar mandi depan”.

”Di kamar mandi ini saja Pak..”.
”Nggaklah..jangan. Di depan aja. Kalo di sini ya habis kamu mandi”.
”Maksud saya..sekalian sekarang sama saya. Hitung – hitung Bapak sudah nolongin saya”.

Matanya memohon. Deenngg, sebuah lonceng menggema di kepala. ”Ini ajakan yang membahayakan, juga menyenangkan”, pikirku.
”Bapak nggak usah mikir. Saya nggak akan bilang siapa – siapa. Ya Pak..di sini saja”, dia memahami kekhawatiranku.
”Emm..ya udah kalo kamu yang minta gitu”, jawabku.

Entah mengapa aku merasa canggung saat akan membuka kaosku. Padahal tidak ada orang lain. Aku buka jam tanganku dulu, lalu aku keluar dari kamar mandi dan kuletakkan di meja makan. Posisi Tinah masih tetap di belakang pintu, dengan tangan kanan menahan pintu agar tetap agak terbuka.

Kembali ke kamar mandi, kubuka kaosku dan kusampirkan di cantolan yang menempel di tembok.
”Pintunya nggak ditutup aja Tin ?”, tanyaku. Pertanyaanku sesungguhnya tidak memerlukan jawaban, hanya basa basi.
“Nggak usah Pak..kan nggak ada siapa – siapa”, jawab Tinah.


Lalu kubuka jinsku, kusampirkan pula. Sesaat aku masih ragu melepas kain terakhir penutup tubuhkku.
“Bapak nggak nglepas cel*na d*lem ?”, tanyanya.
“Heh..ya iya”, kujawab dengan nyengir.
Pen*sku sebisa mungkin kutahan tidak mengembang.

Sengaja kutatap matanya saat melepas ** – ku. Mata Tinah sedikit membesar. Kusampirkan juga ** – ku. Lalu dengan tenang Tinah menyampirkan handuk biru yang sedari tadi menutup sebagian tubuhnya. “Duh..pant*tnya masih ok. Pinggangnya tidak berlemak. Sabar ya nak..kita liat situasi dulu”, kataku pada sang p***s sambil kuelus.

Tinah lalu membalikkan badan. Cegluk, suara ludah yang kutelan. “Uhh..sus* yang masih bagus juga. Pent*lnya nggak terlalu besar, areolanya juga, warnanya pas..nggak item banget. Perutnya sedikit rata dan..hmm..rambut bawahnya hanya sedikit”. Mau tidak mau, pen*sku makin mengembang dan itu jelas dilihat Tinah.

Kembali sebisa mungkin kutahan perkembangannya. Tinah lalu menggosok gigi dahulu. Karena aku tidak membawa sikat gigi, hanya berkumur dengan obat kumur.
“Bapak saya mandiin dulu ya”, kata Tinah.
“Terserah kamu”, jawabku sambil tersenyum.

Tinah lalu mengambil segayung air, diguyurkan ke badan dari leher dan pundak. Mengambil lagi segayung, diguyurkan ke perut dan punggung ditambah senyum manisnya. Ia lalu meraih sabun, digosokkan ke leher; pundak; d**a dan tangan kananku.

Dibasahinya sabun dengan diguyur air lalu digosokkan ke tangan kiri; perut; p***s; bola – bolaku. “Uhh..gimana bisa nahan p***s nggak ngembang”. Bagaimana tidak, saat menggosok p***s dan bola – bolaku sengaja digosok dan di urutnya. Ditatapnya senj*ta kebanggaanku, lalu menatapku dan tersenyum.


Aku hanya bisa membalasnya dengan senyum juga. Diambilnya lagi segayung air, sabun dibasahi dan sisanya diguyurkan ke pah* dan kaki lalu digosoknya. Sabun kemudian diletakkan di pinggir bak mandi, kemudian mengambil segayung air dan diguyurkan ke badan depanku.

Ambil segayung lagi dan diguyurkan lagi, tak lupa senj*taku dibersihkan dari sisa – sisa sabun. Sedikit dir*mas oleh Tinah. Kutahan keinginanku untuk membalas perlakuannya, “biar Tinah yang pegang kendali”.
“Balik badan Pak”, perintahnya.

Air diguyurkan ke punggung dan bagian bawah badanku. Digosoknya punggung; p****t; lalu pah* dan kaki sisi belakang. Bonusnya, kembali menggosok p***s dan bola – bolaku dan mer*masnya. “Duh..ni anak. Bikin senewen..sengaja membuat panas aku“.

Kembali air mengguyur tubuh belakangku, sebanyak 3x. Dibalikkan badanku lalu mengguyur senj*taku, digosok – gosoknya hingga sedikit memerah. Jantungku makin berdebar.
“Sudah selesai Pak“, kata Tinah.
“Makasih ya Tin“. “Emm..kamu mau tak mandiin juga ?“, kepalang basah, kutawarkan permintaan seperti dia tadi.

“Nngg..nggak usah Pak..ngrepoti Bapak“.
“Ya nggaklah..jadi imbang kan“.
Langsung kuambil segayung air lalu kuguyur ke tubuh depannya. Ia hanya menatapku. Kuambil lagi segayung. Lalu sabun yang tadi tergeletak di pinggir bak mandi kuambil dan aku basahi.


Kugosok leher; pundak; dan kedua tangannya. Kubasahi sabun lagi dan kugosokkan ke d**a; kedua s**u dan pent*lnya; serta perut. Kutatap matanya saat kugosok kedua gunungnya yang kumainkan sedikit p****l – pent*lnya. Tinah juga menatapku. Matanya mulai sedikit sayu. 1menit – an kumainkan p****l –pent*lnya, lalu sedikit kur*mas s**u kirinya. Bibirnya sedikit membuat huruf o kecil dan “ohh..hhmm“.

Kubasahi lagi sabun, dan kugosokkan ke pinggang; pah* dan kedua kakinya. v****a luar hanya kusentuh sedikit dengan sabun, takut perih dan iritasi nanti. Itupun sudah cukup membuat matanya makin meredup. Air segayung lalu kuguyurkan ke tubuhnya 2 – 3x.

Kugosok dan kur*mas sedikit keras dua gunungnya. Sedikit berguncang. Dua tangan Tinah memegang pinggir bak mandi, mulai erat. Kumainkan lagi p****l – pent*lnya. Aku merundukkan badan dan kukecup pucuk – pucuk bunganya bergantian. Tak perlu lagi ijin darinya. Tangan kiriku mengusap – usap lembut luar v*ginanya.

“Ouuh Paakk..“, Tinah mulai mend*sah.
Kukecup bibirnya lembut, “nanti dilanjut lagi“.
Matanya seakan bernada protes, tapi Tinah diam saja.

Kubalikkan tubuhnya, lalu kuguyur punggungnya sekarang. Sabun kugosokkan ke punggung; pinggang; p****t. Sabun kubasahi lagi lalu kugosokkan ke pah* dan kaki bagian belakang. Aku menyusuri tubuh depannya lagi dari pinggang belakangnya. Tinah sedikit menggeliat geli. Kutangkupkan dua tanganku di dua sus*nya.

Aku senang bermain – main di s**u yang bagus atau masih ok. Seluruh belakang lehernya aku c*um dan k*cup, begitu juga dua kupingnya dan kubisikkan
”kamu diam saja ya..cup”.
”Geli Paakk..”, Tinah mend*sah lagi.

Dua pucuk bunganya makin mengencang dan keras. Aku menyentil – nyentil, kuputar – putar seperti mencari gelombang radio. Dua tangan Tinah mencengkeram pah* depanku. ”Aahh..hmmppff”, er*ngnya. Tangan kananku mengambil segayung air, kuguyur ke tubuh depannya. Kali ini kuusap – usap v****a luarnya dengan tangan kanan, sedang yang kiri tetap di s**u kanan Tinah.

P*haku makin dicengkeramnya. Kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan seiring kec*pan dan c*umanku di belakang leher dan daun – daun telinganya. Sesekali aku menyentuh bib*r dalamnya. Terasa telah menghangat dan sedikit basah.
”Ppaakkk..oohhh”. Tubuhnya mulai menggeliat – geliat.

Jari tengah kanan kumasukkan sedikit dan kusentuhkan pada dinding atas v*ginanya, sedang jempol kananku kutekan – tekankan di l*bang kenc*ngnya.Aauugghhh Ppaakkk..eemmmppfff”. Kuku – kuku jemari Tinah terasa menggores dua pah* depanku.

”Kenapa Tinah..hmm..kamu sendiri yang memulai kan”, bisikku.
Tangan kiriku meraih kepalanya dan kupalingkan ke kanan, dan kutahan lalu kuc*um dengan nada 2 kecup 1 masukkan l*dah. Tinah terkejut, matanya sedikit membesar tapi kemudian ia menikmatinya. Ganti tangan kananku melakukan hal yang sama.

Tinah hanya bisa mengeluarkan suara yang tertahan ”nngg..emmppfftt..nnngggg”, begitu berulang. v****a dalamnya makin hangat dan basah. Secara tiba – tiba kuhentikan lalu kubalikkan badannya menghadapku. Kemudian aku sandarkan tubuhnya di bak mandi. Aku kemudian berjongkok dan mulai meng*cupi v*ginanya.

”Jjanggann Ppakk..jorok..”, dengan dua tangannya menahan laju kepalaku. Kutatap matanya dan ”sssttt..”, jari telunjuk kanan kuletakkan di bib*rnya. Dua tangannya kusandingkan di samping kiri dan kanan tubuhnya. Kukecup kecil, sekali dua kali.

Kemudian l*dahku mulai menjulur di pintu kenikmatan kami. Mataku kuarahkan menatapnya. Tinah agak malu rupanya, tetapi ada sedikit senyum di sana. Lidahku makin intens menyerang v****a luar dan dalamnya.
”Ssuuddaahh Pppaakk..aaaddduuuhh..oohhhh”, disertai geliat tubuh yang makin menjadi.

Karena tak tahan dengan seranganku, dua tangannya mer*mas dan sedikit menarik rambut dan kepalalu. Cairan lavanya makin keluar. Dua tanganku mendekap erat buah pant*tnya. J*ri tengah kiriku sesekali kumasukkan ke v****a dari belakang lalu kesentuhkan dan kutekan sedikit ke an*snya.

”Aammppuuunnn Pppaakkk..oouuuggghh..eeemmmpppfffs,,, Ssuudddaahhh..ooohhhh”, matanya agak membeliak ke atas dan kepala serta rambutku dir*masnya kuat. Lava kepuasan dirinya mengalir deras, rasanya gurih sedikit manis. Kudekap erat Tinah dengan kepalaku di v*ginanya dan pant*tnya kur*mas – r*mas. Kepalaku tetap diusap –usap oleh Tinah.

Ia menarik kepalaku dan menc*umnya ganas. Lambat laun Tinah dapat belajar dariku. Tangan kanannya mer*mas dan menarik – narik pen*sku.
”Panjang ya Pak”, tanya Tinah.
”Biasa kok Tin..pingin ya..”, godaku.

”Aahh Bapak..”, jawabnya dengan memainkan bola – bolaku. Tinah merundukkan tubuhnya lalu tangan kirinya memegang p***s dan menc*umnya. Mungkin ia belum pernah meng – *ral suaminya dulu sebab pen*sku hanya dic*um – c*um dan dir*mas – r*mas.
”Kamu mau ng*mut burungku Tin..kayak ng*mut permen lolly ? Tapi kalo belum pernah ya nggak usah..nggak pa – pa”.

Tinah menatapku dan kubelai rambutnya. Dengan wajah ragu didekatkannya pen*sku di bib*rnya. Tinah mulai membuka mulut, sedikit demi sedikit pen*sku memasuki mulutnya. Tinah menatapku lagi, meminta penjelasan langkah selanjutnya.

”Sekarang..kamu maju mundurkan dengan dipegang tanganmu. Yaa..gitu..oohh..hhmm”.
Rupanya muridku cepat mengerti penjelasan gurunya. Rambut dan kepalanya kubelai dan kur*mas – r*mas.
”Lalu..l*dahmu kamu puter – puter di kepala p***s atau di lubang kenc*ng yang bergaris panjang ituuu..yyyahhhh..sssuuudddaahh pppiiinnnttteeerrr kkkaaammuu Tttiinnnn”.

Kuangkat kepalanya dari pen*sku dan kami berc*uman dengan panas. Saling mer*mas s**u; p****t dan kel*min masing – masing. Lalu kubalikkan lagi tubuhnya menghadap bak mandi. Dua tangannya kuletakkan di pinggir bak mandi. Kembali aku bermain – main di gunung Tinah. Pen*sku yang telah panas dan meng*cung sekali kudekatkan ke v*ginanya.

Kuk*cup – k*cup pundak dan leher belakangnya. Ikat rambutnya aku lepas sehingga dirinya terlihat makin s*ksi kala mengg*liat – g*liat dan rambutnya tergerai ke sana kemari. Aku geser – geserkan p***s di pintu surgawinya, sengaja aku mempermainkan r*ngs*ngan pada Tinah.

”Oohh..Ppaakk..mmaassuukkkiinn..Pppaakkk”, pintanya.
”Kamu mau burungku kumasukkin..hmm.. ”.
”Iyyyaa..Pppaakkk..aaayyyoo Pppaakk..”, rint*hnya makin kencang.

Kumasukkan p***s pelan – pelan. ”Eemmppff..”, erangnya. Lalu kuhentakkan pelan hingga pen*sku terasa menyentuh dinding belakang.
”Ooouuggghh..Pppaakkkk..mentok Pppaakk”.
Aku menggerakkan tubuh pelan – pelan, kunikmati jepitan dinding – dindingnya yang masih kuat.tanganku tak henti bermain di d*danya.

Kumainkan irama di v*ginanya dengan hitungan 1 – 2 pelan 3 kuhentakkan dalam – dalam. Lalu tangan kananku meraih kepalanya seperti tadi dan kuc*um panas bib*rnya. Dinding v****a Tinah makin hangat dan banjir sepertinya. Dua tangannya mencengkeram erat pinggir bak mandi.

Sekarang tanpa hitungan, kumasuk keluarkan p***s cepat dan kuat. ”Oohh.. oohh…hhmmppffftt..”, er*ng Tinah berulang. Sedang aku sedikit menggeram dan
”oouugghhh..hhmmppff..mpekmu enaknya Tttiinn..”.
”Bbuurrruunnggg Bbbaapppakk jjjuugggaaa”.

Jarak pinggangku dan p****t Tinah makin rapat. Tangan kanan kuusap – usapkan di v*ginanya. Dalam kamar mandi hanya ada suara tetes air satu – satu serta d*sah, bunyi beradunya pah* dan p****t dan er*ngan kami.
”Pppaaakkk..sssaaayyyaa mmaaauu..ooohhh..”.
”Tttuunnggguu Tttiiinnn..aaakkkuuu jjjuuggggaa..Di dalam apa di llluuaarrr”, tanyaku.

”Dddaa lllammm aajjjaaa Pppaakkkk..oobbaattnyaa mmassihh aaddaa..”, jawab Tinah.
Mendengar itu serangan makin kufokuskan. Segala yang ada di tubuhnya aku r*mas. Dua tangan Tinah tak tahan di pinggir bak mandi dan mencengkeram pah* serta pant*tku. Bib*rku dicarinya lalu ”hhhmmmpppfffttt..”. Pant*tku dir*mas kuat – kuat.

Bib*rnya dilepas dariku dan ”ooouuggghhh..”, d*sah Tinah panjang. Lava yang hangat terasa mengaliri pen*sku yang masih bekerja. Kepalanya tertunduk menghadap air di bak mandi. Kudekap erat tubuh depannya. Kuk*cup dan kug*git leher belakangnya.

Lalu tangan kiriku meraih kepalanya dan kuc*um dalam – dalam. Dengan satu hentakan dalam kumuntahkan magma berkali – kali. ”Ooouugghhh Tttiinnaahhh..hhhmmm..”. kepalaku tertunduk di pundaknya dengan tangan kiri di s**u sedang yang kanan di v*ginanya. Lama kami berposisi seperti itu.

”Makasih ya Tin..kamu baik sekali. Enak banget tubuhmu”, kataku dengan membalikkan badannya dan kuc*um mesra bib*rnya. p***s kumasukkan lagi, masih ingin berlama – lama di hangatnya v****a Tinah.
”Saya yang terima kasih Pak. Sudah lama saya pingin tapi sama orang nggak kenal kan nggak mungkin Pak. Burung Bapak pas di mpek saya”, Tinah menjawab dan menc*um bib*rku pula.

”Mpekmu masih kuat nyengkeramnya..dan panas”. Kubelai – belai kepalanya, ”kok bisa kamu pingin ngajak main sama aku ? Malah aku yang takut kamu laporin”.
Sambil mengusap – usap punggungku, ”Tadi waktu saya bersihin mainan adik, saya liat gambar di komputer.

Terus waktu Bapak kenc*ng tadi kan lupa nutup pintu..keliatan burung Bapak yang agak gede pas keluar dari cel*na”.
”Oo gitu..nakal ya kamu. Bener kamu masih nyimpen obatnya ?”, sambil kucubit pipinya.
”Masih kok Pak..sisa yang dulu”, jawab Tinah.

Makin lama terasa pen*sku yang mengecil. Kuc*um dalam – dalam lagi bib*rnya,
”sekarang..mandi yang beneran”.
”Heeh..iya Pak”, Tinah menjawab sambil tersenyum manis. Ia lalu memelukku erat. Aku membalasnya dengan memeluk erat dan mengusap – usap punggung serta kepalanya.

MELIHAT MEKI TANTE CANTIK BIKIN KONTOL KU NGACENG

    MELIHAT MEKI TANTE CANTIK BIKIN KONTOL KU NGACENG KASIR4D  -  Melihat Meki Tante Cantik Bikin Kontol Ku Ngaceng Cerita Dewasa Sebelum ak...