Sabtu, 21 Desember 2024

PERMAINAN TERLARANG SANG PEMBANTU DI RUMAH MAJIKAN

 PERMAINAN TERLARANG SANG PEMBANTU DI RUMAH MAJIKAN

KASIR4D - Permainan Terlarang Sang Pembantu di Rumah Majikan


Namaku Ian tinggal di salah satu kota besar di Jawa Barat. Yang kuceritakan disini adalah kejadian waktu aku masih duduk di kelas 1 SMP. Keluargaku tinggal di sebuah komplek perumahan yang cukup jauh dari pusat kota, sehingga suasana antar warganya masih akrab dan cukup dekat satu sama lain.

Semuanya bermula ketika keluargaku menggaji seorang pembantu yang bernama Yeyen. Dia merupakan pembantu yang digaji perhari, banyak keluarga di komplek kami yang menggunakan jasanya. Suatu ketika, aku sedang memberi makan kucingku ketika bel pintu berbunyi, aku segera melihat siapa yang datang, ternyata Mbak Yeyen.

“Halo Ian, ada siapa di rumah?” tanya Mbak Yeyen.
“Oh Mbak, kirain siapa. Mama Papa kan jam segini belum pulang Mbak..” jawabku sambil mempersilahkan dia masuk.

“Oh gitu, kalo sendirian aja biar skalian Mbak temenin aja, kamu lagi apa?” tanya Mbak Yeyen lagi sambil langsung menuju dapur, aku mengikuti dari belakang sambil memandang pantat Mbak Yeyen yang montok dan aduhay. Hari ini dia memakai sweater hitam yang dipadu dengan rok coklat sepanjang betis.

“Ga lagi ngapa2in Mbak..” jawabku.
“Ya udah Mbak nyuci dulu ya.” katanya lagi.
aku hanya mengangguk dan pergi ke kamarku main Playstation.


Beberapa jam kemudian aku capek dan mulai tertidur. Tiba2 Mbak Yeyen masuk ke kamarku hanya dengan mengenakan handuk yang dililitkan ke badannya. aku terbangun karena suara pintu yang terbuka.
“Ian, mama kamu punya hair dryer nggak?” tanyanya, sambil mengacak2 rambutnya yang basah didepan cermin besar di kamarku.

“Mama sih punya Mbak, cuman Ian ga tau tempatnya dimana.” aku berbaring kembali. Mbak Yeyen memang biasa mandi dan makan di rumahku apabila orangtuaku sedang tidak ada, malah kadang2 dia membawa teman2nya untuk nonton DVD, masak apa yang ada di kulkas, hingga tidur2an di kamar Mama sambil ngegosip.

“Yah, kalo gini rambut Mbak bakal lama keringnya dong.”
aku tidak menjawab. Tiba2 Mbak Yeyen melemparkan tubuhnya ke ranjang, tepat disebelahku sambil tertawa.
“Uaah, Mbak ikut nungguin disini ya..” katanya.

Lipatan handuknya terlepas tapi Mbak Yeyen tidak berusaha merapikannya. Payudaranya yang besar terlihat jelas. Aku bengong, soalnya baru pertama kali itu aku melihat payudara seorang wanita.
“Heh kamu ngeliatin apa?” canda Mbak Yeyen.
“Dadanya Mbak Yeyen gede..” ucapku polos.


“Bagus nggak? Kamu suka?” tanya Mbak Yeyen lagi. Tapi tanpa menunggu jawabanku tiba2 Mbak Yeyen mendekap kepalaku ke payudaranya sambil tertawa2.
“Nih Ian, isep..! Isep..!” candanya.

Sementara aku tidak bisa bergerak karena Mbak Yeyen menindihku. Aku hampir tidak bisa bernapas. Mbak Yeyen terus membekapku dengan payudaranya, seringkali putingnya yang coklat dipaksakan memenuhi mulutku. Kira2 10 menit Mbak Yeyen berbuat begitu, aku yang tidak tahu apa2 bingung sendiri melihat Mbak Yeyen mulai keringatan dan napasnya terengah engah.

“Ian, buka bajunya dong!” kata Mbak Yeyen sambil berjalan menuju pintu dan menguncinya.
“Ian ga mau, malu sama Mbak!” aku mulai ketakutan karena tidak mengerti apa yang terjadi dan kenapa Mbak Yeyen berperilaku aneh.

Aku melompat dari ranjang dan berlari menuju pintu, berusaha membukanya meski aku tahu itu percuma karena kunci pintu sudah disimpan Mbak Yeyen di atas lemari yang sulit kujangkau.
“Udah sini kamu!” bentak Mbak Yeyen sambil mengangkat tubuhku, aku hanya bisa meronta2 tak berdaya.


Lalu Mbak Yeyen membantingkan tubuhku ke atas ranjang, aku sesak, tapi Mbak Yeyen tak peduli, dia langsung menindih kakiku tepat dilutut, celanaku dipelorotkan, bajuku dibuka paksa sehingga kancing2 bajuku berhamburan di lantai. Tiap kali aku mencoba bangun, Mbak Yeyen mendorongku kembali, malah kadang2 dia menamparku sambil membentak2 menyuruhku berbaring.

Aku ketakutan sekali sehingga aku pasrah dan hanya bisa menangis. Mbak Yeyen mengocok penisku dan kadang2 mengulumnya sampai keseluruhan penisku masuk ke dalam mulutnya, jari2 tangan kirinya bermain2 di vaginanya. Kira2 15 menit kemudian, dia berjongkok diatasku dan mulai mengarahkan penisku yang menegang ke dalam vaginanya.

Aku benar2 bingung dan tidak mengerti apapun, yang kurasakan hanya kenikmatan yang luarbiasa ketika penisku masuk seluruhnya ke dalam liang vagina Mbak Yeyen.

“Ahh.. Ahh..” Mbak Yeyen mendesah sementara pinggulnya bergoyang2, kadang memutar, kadang naik turun. Tanganku ditarik sedemikian rupa sehingga memegang payudaranya.

“Cepetan remes..! Yang kuat remesnya tolol!” bentak Mbak Yeyen, aku sudah meremas sekuat tenaga tapi telapak tanganku tidak mampu menjangkau seluruh payudaranya. Plaak!! Mbak Yeyen kembali menamparku.

“Aaah.. Mau keluar niihh..!” Mbak Yeyen mempercepat gerakannya, badanku yang jauh lebih kecil dari Mbak Yeyen terombang ambing mengikuti gerakannya. Meski ketakutan, aku tidak bisa berbohong kalau rasanya nikmat sekali, seperti mau kencing tapi beda.


Akhirnya aku hanya memejamkan mata ketika spermaku keluar. Mbak Yeyen menyadari aku keluar, dan dia makin mempercepat gerakannya sambil tertawa2.
“Oooh…! Hahaha enak kan? Aah…! Nnngh..! Mbak juga mau keluar..!” sehabis bicara begitu tubuh Mbak Yeyen bergetar dan sedetik kemudian dia mendesah kencang.

“Aaaahhh…!! Nikmatt..!” desahnya sementara tubuhnya berkedut2 mengejang.
Aku tergolek lemas saat Mbak Yeyen berdiri. Tiba2 dia berjongkok kembali tapi kali ini dia mengarahkan vaginanya ke wajahku.

Kunjungi Kami Di 

Website : cuekasir4d.com
WHAT'SAPP : +62 821-3639-2252
TELEGRAM : +62 821-1785-1681

👇Klik link di bawah👇


“Aaah.., bersihin Yan, jilatin semuanya!” aku tak bisa lagi memberontak. Tangan Mbak Yeyen memegang kepalaku sementara vaginanya yang basah digesek2an ke mulut dan wajahku. Aku menangis dan berusaha menolak tapi tenaga Mbak Yeyen jauh lebih kuat. Dibekapnya mulutku dengan vaginanya sehingga aku kesulitan bernapas, tiba2 semuanya menjadi gelap.



Jumat, 20 Desember 2024

CERITA BERSAMA KAKAK PACARKU

 CERITA BERSAMA KAKAK PACARKU


KASIR4D - Cerita Bersama Kakak Pacarku


Siang itu, ponselku berbunyi, dan suara merdu dari seberang sana memanggil.
“Di, kamu ke rumahku duluan deh sana, saya masih meeting. Dari pada kamu kena macet di jalan, mendingan jalan sekarang gih sana.”

“Oke deh, saya menuju rumah kamu sekarang. Kamu meeting sampai jam berapa?”
“Yah, sore sudah pulang deh, tunggu aja di rumah.”
Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta.

Vina memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. aku sih sudah punya posisi lumayan di kantor. Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok kota dengan motor bersamaku.

Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa pulang di tengah hari, tapi bisa juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina, pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu.


Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu.
“Loh, enggak kerja?” tanyaku.

“Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor,” jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.
“Nyokap ke mana?” tanyaku lagi.

“Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan,” kata Marta, “Kamu mau duduk di mana Dodi?
Di dalam nonton tv juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga.
Bentar yah, saya ambilin minum.”

Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton tv bersama Marta, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong.


Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada p*ha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning.

Marta memang sedang menonton tv di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali ** yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton tv.

Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku. Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat p*ha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.
“Ta, ada koran enggak yah,” kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.
“Lihat aja di bawah meja,” katanya sambil lalu.

Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat p*ha dan postur tubuhnya dari dekat. Ah, putih mulus semua. Buah d*da yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah d*danya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.

“Aku ingin d*da itu,” kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan tel*nj*ng. Ah, ‘adikku’ bergerak melawan arah gravitasi.
“Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!,” Marta menghardik.

Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke Vina.
“Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!”

“Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka,” kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam.
“Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!” katanya setengah berteriak.

Tiba-tiba saja Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dil*c*hkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir.
“Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa,” aku sedikit memohon.


“Ta, tolong dong, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu,” kataku mengiba sambil mendekatinya.
Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.

“Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!,” katanya garang.
Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik.

“Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran,” kataku.
Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong d*daku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku.

Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.
“Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!,” kata Marta.

Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan.

Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu.

Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya.

Terc*um aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik b*b*rku meng*cup pipinya dengan lembut.
Tak ayal, sepersekian detik itu pula Marta meronta-ronta. Marta berteriak, “Lepasin! Lepasin!” dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga.

Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha naik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, “Hmmm!” saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak l*ar, ingin menggapai wajahku.

Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memp*rk*sa Marta. Dan, Marta sepertinya pantas untuk dip*rk*sa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan.

Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.


Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Marta untuk naik, benar-benar membuatku dilanda n*fsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memp*rk*sanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya.

Dasar otak keparat, diserang n*fsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya. Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.

Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta cel*na d*lam pinknya. Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pant*tnya saat aku meloncat mundur.

Celana pendek dan cel*na d*lam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta.
Astaga! Berhasil! Marta jadi setengah b*gil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan cel*na d*lamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh.

Marta sadar, dia hendak naik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercel*na, aku bisa melihat v*ginanya dengan kel*nt*t yang cukup jelas.

J*mb*tnya hanya menutupi bagian atas v*gina. Marta ternyata rajin merawat alat gen*talnya. Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,
“Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya p*rk*sa?”


Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma berujar sambil mengisak,
“Dodi, please… Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran.”

Namun, keadaan sudah kepalang basah, sy*hw*tku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku menjawabnya dengan berusaha menc*um b*b*rnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangk*ngannya. Marta tak bisa mengelak.

Ketika tanganku menyentuh halus permukaan v*ginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mend*sah.
Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di v*ginanya.

Aku permainkan kel*nt*tnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mend*sah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam v*ginanya. Kuk*c*kkan perlahan v*ginanya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk menc*mbu lehernya.

“Jangan Dod,” pintanya, namun dia tetap mend*sah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa menc*mb*i lehernya. Dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kuk*c*k v*ginanya dan menc*mb*i lehernya, aku membuka resleting celanaku.

“Adik”-ku ini memang sudah men*gang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan p*nisku ke v*ginanya. Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin.

Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan n*fsunya saat v*ginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mend*sah-d*sah tak karuan. Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun v*ginanya malah makin basah.


Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangs*ngan. Pen*sku mengarah ke v*ginanya yang telah becek, saat kepala p*nis bersentuhan dengan v*gina, Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala p*nisku pun masuk perlahan. V*gina Marta seperti berkontraksi.

Marta tersadar, “Jangan…” teriaknya atau terdengar seperti rint*han. Rasa hangat langsung menyusupi kepala p*nisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit menjerit, setengah p*nisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh p*nisku telah ada di dalam v*ginanya.

Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan perlahan pinggulku, p*nisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa v*gina Marta mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi.

Tanganku mulai bergerilya ke arah buah d*danya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik ** dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus.

Pay*dara Marta begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kur*mas perlahan, seirama dengan genj*tan p*nisku di v*ginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.

Aku buka kaos Marta, kemudian **-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Marta putih menguning langsat dengan pay*dara yang kencang dan lingkaran di sekitar pent*lnya berwarna merah jambu Pent*l itu sendiri berwarna merah kecokelatan.

Tak menunggu lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan p*nisku merasai seluruh relung v*gina Marta. Sambil aku bergoyang, aku meng*lum pent*l di pay*daranya dengan lembut.

Kumainkan pent*l pay*dara sebelah kanannya dengan l*dahku, namun seluruh permukaan b*b*rku membentuk huruf O dan melekat di pay*daranya. Ini semua membuat Marta mend*sah lepas, tak tertahan lagi. Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering men*gang, dan mengeluarkan r*nt*han, “Ah… ah…”

Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku.”Aaahhh,” leng*han panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku.

Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan p*nisku berdenyut makin keras dan sering. Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun k*lumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan l*matan juga.


Kami saling berp*gut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di pay*daranya, mer*mas-r*mas, dan sesekali mempermainkan put*ngnya. V*gina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram p*nisku, sementara denyut di p*nisku pun semakin hebat.

“Uhhh,” aku meng*jang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, p*nisku menghujam keras ke dalam v*ginanya, mengiringi muncr*tnya sp*rmaku ke dalam l*ang rah*mnya. Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, meng*jang, dan menjerit, “Aahhh”. Kemudian pelukannya melemas.

Dia mengalami ej*k*lasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ej*k*lasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memp*rk*sanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sens*tif yang membangkitkan lib*d*nya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di v*ginanya.

Kunjungi Kami Di 

Website : cuekasir4d.com
WHAT'SAPP : +62 821-3639-2252
TELEGRAM : +62 821-1785-1681

👇Klik link di bawah👇


Ternyata, dia sudah pernah berc*nta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang meny*tub*hinya. Grrreeekkk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih b*gil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan.



Kamis, 19 Desember 2024

PERKENALAN DENGAN JANDA CANTI

 PERKENALAN DENGAN JANDA CANTI



KASIR4D - Perkenalan dengan Janda Cantik


Perkenalakan Namaku Rahmat, usiaku saat ini 24 tahun, status ku Saat ini adalah sebagai Mahasiswa. Kalau menurut teman-temanku, aku ini termasuk orang yang ulet dan Mandiri, selain kuliah aku juga bekerja. Disini aku akan menceritakan kisah mes*m-ku dengan seorang janda muda dan h*t sekali.

Awal mula cerita s*ks ini bermula pada saat aku jalan-jalan dengan teman-temanku. Ketika itu aku dan teman-temanku berjalan-jalan di tempat para berkumpulnya kalangan anak muda. Pada saat itu ketika sedang melintas di jalan Tebet aku melihat ada seorang cewek, lalu tanpa berfikir panjang aku menghentikan mobilku, lalu aku-pun menghampirinya dan akhirnya kami-pun berkenalan.

Setelah berkenalan, aku-pun tahu nama cewek tersebut adalah Denisa. Kamipun kemudian mengobrol, setelah beberapa saat kami mengobrol, akupun akhirnya tahu bahwa dia ternyata masih berumur 20 tahun. Gambaran tentang gadis itu seperti ini, tinggi badan sekitar 168 cm, berat bdan 65 kg dan ukuran **-nya jika aku perkirakan sekitar 34B.

Setelah kami selesai mengobrol, akhirnya aku menawarkan untuk mengantar pulang Denisa, dan dia-pun setuju. Dalam perjalanan pulang kami berbicara tentang hobi, makanan kesukaan, dan lain-lain. Setelah setengah jam perjalanan akhirnya kami-pun sampai dirumah Denisa.

Sebelum aku berpamitan pulang aku meminta nomer telefon Denisa, dengan alasan aku ingin komunikasi agar pertemanan kami berlanjut. Singkat cerita pada esok harinya kira-kira pada pukul 09.00 pagi, Denisa menghubungi aku by Phone,
“ Pagi Rahmat, ayo bangun jangan tidur terus ? ” ucap salam Denisa padaku,

“ Iya pagi juga, Maaf… ini siapa yah ? ”, tanyaku penasaran.
“ Ihh.. masa kamu lupa sih sama aku, Aku Denisa yang semalam kenalan sama kamu… ” ucapnya mengingatkanku,
“ Oh… Denisa, iya, iya aku ingat, ngomong-ngomong kamu lagi diimana Nih ” tanyaku,


“ Aku lagi di Roxy Nih, hari ini kamu ada acara nggak Mat ? ” ucapnya,
“ Emmmm… aku nggak ada acara deh kayaknya, eMang kenapa Niss ? ”, jawab-ku.
“ Aku mau ngerepotin kamu, boleh nggak Mat ? ” ucapnya.

“ EMang mau ngrepotin apa sih Nis, to the point aja deh ”, jawabku.
“ Kamu mau nggak jemput aku ? ”, ucapnya.
“ EMang kamu diimana, biar aku jemput ? ” tanyaku.

“ Aku lagi di Roxy Nih, jemput yah, jam 10.00 kamu sampai sini ya !!! ”, ucapnya.
“ Oke deh Niss, wait me !!! ”, ucapku.

Singkat cerita setelah aku telefon kami terputus, aku-pun kemudian Mandi, dan langsung meluncur ke arah Roxy. Kira-kira setelah setengah jam perjalanan, akupun sampai di roxy. Disana kami hanya ngobrol sejenak, lalu kami-pun memutuskan untuk pergi. Kemudian kami-pun meNinggalkan tempat itu.

“ Kita mau kemana Nih Niss ? ”, tanya-ku.
“ Terserah kamu aja deh Mat, aku nurut… ”,
“ Emmm… kemana yah… Oh iya gimana kalau kita main kerumahku aja? gimana, mau nggak Nis ? ” ucapku menawarkan kepada Denisa,

“ Oke deh Mat terserah kamu aja ”, jawabnya.
“ Kamu-kan baru kenal sama aku, emangnya kamu nggak takut apa ? ”, tanya-ku
“ Takut ??? eMatg harus takut apa sama kamu, hhe… ” ucapnya dengan sedikit bercanda.

“ Kamu nggak takut kalau aku perk*sa apa ? ” ucapku bercanda.
Tapi dia dengan santainya menjawab,
“ Ga usah diperkosa juga mau kok… he… he… ”, sambil melirik kearahku dan mencubit Manja pinggangku.

Kemudian aku bertanya,
“ Bener Nih? ”.
“ Oke… Siapa takut … ” jawabnya dengan beraNi.


Lalu segera kita meluncur ke arah rumahku di bilangan Sudirman yang memang sehari-harinya selalu kosong. Begitu sampai aku lalu mempersilahkan Denisa untuk masuk lalu kami duduk bersebelahan dan aku menggoda dia.
“ Bener Nis kamu nggak takut diperk*sa? ”,

Dengan berani Denisa malah menjawab,
“ Mau perk*sa aku sekarang? ”, ujarnya sambil membusungkan d*d*nya yang montok itu.

Aku tidak tahu siapa yang memulai tiba-tiba bib*r kami sudah saling bertemu dan saling mel*mat, dan memainkan l*dah nya di mulutku. Tangan kirinya melepas bajuku dan aku tak mau ketinggalan, aku ikut membuka kaos ketatnya itu dan melepas **nya. Ci*manku menjalar menyusuri leher dan belakang kupingnya.

“ Ahh… eSsss…… terus Bebs… ”,
Denisa udah mulai meracau tidak jelas saat l*dah aku turun ke d*d*nya diantara kedua bukitnya. L*dahku terus menjalar ke pay*dar*nya namun tidak sampai pada put*ngnya. Denisa mendes*h-des*h,
“ Mat is*p Mat ayo Mat aku pingin Kamu is*p Mat… ”,

Namun aku tidak memperdulikannya dan masih bermain di sekitar put*ngnya dan turun ke perut sambil perlaha-lahan tanganku membuka celananya dan masih tersisa cel*na d*lamnya. Akhirnya kepalaku ditarik Denisa dan ditempelkannya tet*knya ke mulutku.

“ Ayo Mat is*p Mat jangan siksa aku Mat… ”,
Akhirnya mulutku mengh*sap tet*k sebelah kirinya sedangkan tangan kanan ku mer*mas-r*mas tet*k sebelah kanannya.
“ Ouhhh… Sss…. ahhh…. eSsss…… enak Mat terus sedot yang keras Mat gig*t Mat ouhhh… ”, racaunya.


Sambil kusedot tet*knya bergantian kiri dan kanan tanganku bergerilya di bagian pangkal p*hanya sambil menggosok- gosok kl*torsnya dari bagian luar cel*na d*lamnya. Denisa-pun tidak sabar, akhirnya dia membuka celanaku termasuk cel*na d*lamku sehingga mencuatlah torp*oku yang sudah berdiri tegak itu dan Denisa terpana.

“ Gila gede banget Mat punya Kamu… ”,
Dan tanpa dikomando langsung Denisa memasukan kej*an*ku ke dalam mulutnya yang mungil, terasa penuh sekali mulut itu, Denisa menjil*t-jil*t ujung kem*lu*nku terus turun ke bawah sampai selurh b*tangnya terjil*t olehnya.

“ Sss…. ahhh…. enak Niss… terus… Nis ”, aku pun enahan Nikmat yang luar biasa.
Akhirnya aku berinisiatif dan memutar tubuhku sehingga posisi kami menjadi **Sesaat aku menjil*ti bagian bibir kewanitaan-nya Denisa mendes*h.

“ Sss…. ahhh…. enak Mat eSsss…… terus Mat… ”,
Akhirnya Denisa menggelinjang hebat ketika lidahku menyentuh bagian kl*torisnya.
“ Ahh… ouh… aku sampai Mat… ”,

Sambil mulutnya terus meng*lum kej*nt*nan-ku sed*tan Denisa-pun semakin cepat dan kuat pada kej*nt*nan-ku maka aku merasakkan denyut-denyut pada kej*nt*nan-ku.
“ Nis, aku juga mau sampai Nis ahh… ”,
“ Barengan ya… ”,

Mendengar itu Denisa makin bern*fsu meny*dot-nyed*t dan menjil*ti kej*nt*nan-ku dan akhirnya…
“ Aachh… Sss… ahhh… … ”
“ Crottt… Crottt… Crottt… ”

Akhirnya kej*nt*nan-ku menyemprotkan air m*ni dalam mulut Denisa dan dia menelan semuanya sehingga kamipun keluar secara bersamaan. Akhirnya Denisa-pun menggelimpang disampingku setelah menjil*ti seluruh kej*nt*nan-ku hingga bersih.

“ Makasih ya Mat aku dah lama nggak ngerasain kl*maks sejak suami aku kabur… ”, kata Denisa
“ Emang suami kamu kemana? ”,
“ Nggak tau tiba-tiba dia menghilang setelah aku ngelahirin anak aku ”,
“ Lho… kamu udah punya anak? ”,
“ Iya Mat.. anakku udah umur 1 tahun, Mat ”,


Kemudian Denisa memeluk aku dengan eratnya. Lalu dia mendongakkan kepalanya ke arah aku, lalu aku c*um bib*rnya lembut dia-pun membalasnya tapi lama-kelamaan ci*man itu berubah menjadi ci*man penuh n*fsu. Kemudian Denisa memegang kem*lu*n aku yang masih terbuka dan mer*mas-r*masnya sehingga secara otomatis torp*do-ku langsung berdiri dan mengeras.

Kemudian Denisa menaiki tubuh aku lalu menjil*ti habis seluruh tubuh aku mulai dari mulut hingga ujung kaki.
“ Sss… ahhh… … ”, des*hku sejalan dengan jil*tan di tubuhku.
Kemudian Denisa meng*lum kej*nt*nan-ku terlihat jelas dari atas bagai Mata kej*nt*nan-ku keluar masuk mulutnya yang mungil itu.

“ Ah. Ssss…… enak Bebs terus s*dot Bebs… Sss… ahhh… ouhhh… ”, des*hanku semakin mengeras.
Lalu kuputar tubuhku sehingga posisi ** dengan Denisa diatas tubuhku lalu aku menjil*ti kew*nita*n Denisa dan aku h*sap kl*toris Denisa.
“ Ahh… enak… sss ahhh.. terus Bebs, aku Bebs…. kamu Sss… ahhh… ouhh… ”, des*h Denisa.

Kemudian Denisa memutar tubuhnya kembali dan dia memegang torp*do-ku yang sudah siap tempur itu, dipaskannya ke l*ang kew*nita*n- setelah pas perlahan-lahan diturunkannya pant*t Denisa. Sehingga perlahan-lahan masuklah kej*nt*nan- aku ke l*ang s*ngg*ma Denisa

“ Aow… Ssss…… ohh… geede banget sih punya kamu yang ”, lirih Denisa.
“ Punya kamu juga sempit banget Yang, enak… Sss…. ahhh…. ”, kataku.


Perlahan-lahan aku tekan terus kej*nt*nan-ku ke dalam kew*nit*an-nya yang sempit itu. Akhirnya setelah amblas semuanya Denisa mulai mengerakan pinggulnya naik turun sehingga membuat kej*nt*nan- aku seperti dis*dot-s*dot. Denisa berada diatasku sekitar 15 menit sebelum akhirnya dia meng*rang.

“ Ahh… Bebs aku keluar, ahhhhhhhhh… ”, racaunya.
Setelah itu tubuh dia melemas dan memeluk aku namun karena aku sendiri juga mengejar puncak ku maka langsung kubalik tubuhnya tanpa melepas kej*nt*nan-ku yang ada di dalam kew*nit*an-nya.

Setelah aku berada diatasnya maka langsung kug*njot Denisa dari atas terus menerus hampir kurang lebih 20 menit hingga akhirnya Denisa mengalami kl*maks yang ketiga kali dalam waktu yang singkat ini.
“ Ahh… Bebs aku keluar lagi Bebs ahh… ”, Desah Denisa.

“ Kamu lama banget sih Bebs ”, des*h Denisa sambil terus menggoyangkan pinggulnya memutar.
“ Ahh… Ouh… terus Bebs Ssss… Ahhh… enak Bebs terus… ”, racaunya.
“ Iya aku juga enak Bebs terus Bebs ahh… enak Bebs mentok banget Sss…. ahhh…. ”, racauku tak kalah hebatnya.

Akhirnya setelah aku mengg*njot Denisa selama kurang lebih 40 menit aku merasakan seperti ada yang mendesak ingin keluar dari bagian kej*nt*nan-ku.
“ Bebs, aku mau keluar Bebs ”,

“ Mau di dalam atau diluar Bebs? ”, kataku.
“ Bentar Bebs aku juga mau keluar lagi ahh… ”, des*h Denisa.
“ Di dalem aja Bebs biar aku tambah puas ”, des*h Denisa lagi.

“ Ahh… Ssss…… Bebs aku keluar Bebs ahh… ”, racauku
“ Barengan Bebs aku juga sampai Sss…. ahhh…. ahh… oh… ”, des*h Denisa.
“ Ahh… Bebs aku keluar Bebs ahh… Ssss…… ohh… ”, des*hku.

“ Aahh ”, menyemprotlah air m*niku sebanyak 9 kali.
“ Emmhh… ”, saat itu juga si Denisa mengalami kl*maks.
“ Makasih ya Bebs ”, kata Denisa sambil menc*um bibirku mesra.

Setelah itu kami langsung membersihkan diri di kamar Mandi dan didalam kamar Mandi-pun kami sempat ‘main’ lagi ketika kami saling membersihkan punya pasangan kami masing-masing tiba-tiba Denisa jongkok dan meng*lum punyaku kembali dan au dalam posisi berdidi mencoba menahan Nikmatnya.

Namun aku tidak tahan menahan gejolak yang ada maka aku duduk di ws dan Denisa duduk di atasku dengan posisi menghadapku dan dia memasukkan kembali kej*nt*nan-nya kedalam kew*nit*an-nya.
“ Bless… ahh… Ssss…… enak Bebs ahh… ”, racaunya mulai meNikmati permainan.

Namun setelah 15 menit aku merasa bosan dengan posisi seperti itu maka aku suruh memutar tubuhnya membelakangi aku dan aku angkat perlahan tanpa melepas kej*nt*nan-ku dan aku suruh Denisa men*ngging dengan berpegangan pada tepian bak Mandi dan ketika dia men*ngging langsung aku g*njot maju mundur sambil mer*mas-r*mas pay*dar*nya yang mengayun-ayun.


“ Sss…. ahhh…. Mat aku mau keluar Mat… ”, des*hnya.
“ Mat, aaahhh… ”, terasa l*ndir k*win Denisa kembali membasahi kej*nt*nan-ku.
Karena kondisi Denisa yan lemas maka aku memutuskan untuk melepaskan kej*nt*nan-ku dan Denisa melanjutkannya dengan meng*lum kej*nt*nan-ku hingga akhirnya…

“ Nis aku mau keluar Bebs… Sss…. ahhh…. ”, Sambil kutekan dalam-dalam kepalanya ke arah kej*nt*nan-ku sehingga terlihat kej*nt*nan-ku amblas semua ke mulutnya yang mungil itu.
Dan ketika Denisa meny*dot kej*nt*nan-ku maka… “ Sss…. ahhh…. Nis… ”,

Dan pada akhirnya aku semprotkan seluruh air m*niku ke mulut Denisa dan aku lihat Denisa menelan semua air m*niku tanpa ada yang tumpah dari mulutnya bahkan dia membersihkan kej*nt*nan-ku dengan menjil*ti sisa-sisa seluruh air m*ni yang ada.

Setelah itu kami saling membersihkan tubuh kami masing-masing dan kami kembali ke kamar dengan tubuh yang sama-sama tel*nj*ng bulat dan kami tiduran sambil berpelukan tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami dan kami saling menc*um dan mer*ba serta ngobrol-ngobrol sejenak.

Kunjungi Kami Di 

Website : cuekasir4d.com
WHAT'SAPP : +62 821-3639-2252
TELEGRAM : +62 821-1785-1681

👇Klik link di bawah👇


Tanpa terasa kami sudah berada di rumahku hampir selama 4 jam. Maka akhirnya kami mengenakan baju kami masing-masing dan setelah itu aku mengantarkan Denisa pulang ke kostsannya di daerah Roxy dan berjanji untuk saling menghubungi. Hingga saat cerita ini aku tulis, kami masih sering berhubungan dan melakukan hubungan int*m.

Rabu, 18 Desember 2024

KISAH TERLARANG

 KISAH TERLARANG


KASIR4D - Kisah Terlarang


Saat saya membuka pintu rumahnya, saya agak terbelalak karena dia memakai gaun tidur yang tipis, sehingga terlihat p******a yang menyumbul keluar. Saat saya perhatikan, dia ternyata tidak memakai **. Terlihat saat itu buah d*danya yang masih tegar berdiri, tidak turun.

P*tingnya juga terlihat besar dan kemerahan, sepertinya memiliki ukuran sekitar 36B. Sewaktu saya sedang memperhatikan Dosen saya itu, saya kepergok oleh pembantunya yang ternyata dari tadi memperhatikan saya. Sesaat saya jadi gugup, tetapi kemudian pembantu itu malah mengedipkan matanya pada saya, dan selanjutnya ia memberikan minuman pada saya.

Saat ia memberi minum, belahan d*danya jadi terlihat (karena pakaiannya agak pendek), dan sama seperti dosen saya ukurannya juga besar. Kemudian dosen saya yang sudah duduk di depan saya berkata, (mungkin karena saya melihat belahan d**a pembantu itu)


“Kamu pingin ya “ny*su” sama buah d**a yang sintal..?”
Saya pun tergagap dan menjawab, “Ah… enggak kok Bu..!”
Lalu dia bilang, “Nggak papa kok kalo kamu pingin.., Ibu juga bersedia ny*suin kamu.”

Mungkin karena ia saya anggap bercanda, saya bilang saja,
“Oh.., boleh juga tuh Bu..!”
Tanpa diduga, ia pun mengajak saya masuk ke ruang kerjanya. Saat kami masuk, ia berkata,

“Andre, tolong liatin ada apaan sih nih di punggung Ibu..!”
Kemudian saya menurut saja, saya lihat punggungnya. Karena tidak ada apa-apa, saya bilang,
“Nggak ada apa-apa kok Bu..!”


Tetapi tanpa disangka, ia malah membuka semua gaun tidurnya, dengan tetap membelakangiku. Saya lihat punggungnya yang begitu mulus dan putih. Kemudian ia menarik tangan saya ke pay*daranya, oh sungguh kenyal dan besar. Kemudian saya merayap ke p*tingnya, dan benar perkiraan saya, p*tingnya besar dam masih keras.

Kemudian ia membalikkan tubuhnya, ia tersenyum sambil membuka cel*na dal*mnya. Terlihat di sekitar k*********a banyak ditumbuhi bulu yang lebat.
Kemudian saya berkata, “Kenapa Ibu membuka baju..?”
Ia malah berkata, “Sudah.., tenang saja! Pokoknya puaskan aku malam ini, kalau perlu hingga pagi.”

Karena saya ingin juga merasakan tubuhnya, saya pun tanpa basa-basi terus menc*uminya dan juga buah d*danya. Saya hisap hingga ia merasa kegelian. Kemudian ia membuka pakaian saya, ia pun terbelalak saat ia melihat b***************n saya.

“Oh, sangat besar dan panjang..! (karena ukuran p***s saya memang besar, sekitar 17 cm dan berdiameter 3 cm)”
Dosen saya pun sudah mulai terlihat atraktif, ia meng*lum p***s saya hingga biji kem*luan saya.
“Ah.. ahh Bu… enak sekali, terus Bu, aku belum pernah dih*sap seperti ini..!” d*sah saya.

Karena dipuji, ia pun terus semangat memaju-mundurkan mulutnya. Saya juga mer*mas-r*mas terus buah d*danya, nikmat sekali kata dosen saya. Kemudian ia mengajak saya untuk merubah posisi dan membentuk posisi **.
Saya terus menj*lati v*ginanya dan terus memasukkan jari saya.


“Ah.. Andre, aku sudah nggak kuat nih..! Cepat masukkan p*nismu..!” katanya.
“Baik Bu..!” jawab saya sambil mencoba memasukkan b*tang kem*luan saya ke l*ang sengg*manya.
“Ah.., ternyata sempit juga ya Bu..! Jarang dimasukin ya Bu..?” tanya saya.

“Iya Andre, suami Ibu jarang berc*nta dengan Ibu, karena itu Ibu belum punya anak, ia pun juga sebentar permainannya.” jawabnya.
Kemudian ia terus menggelinjang-gelinjang saat dimasukkannya p***s saya sambil berkata,

“Ohh… ohhh… besar sekali p*nismu, tidak masuk ke v*ginaku, ya Ndre..?”
“Ah nggak kok Bu..” jawab saya sambil terus berusaha memasukkan b*tang keperkasaan saya.

Kemudian, untuk melonggarkan lubang v*ginanya, saya pun memutar-mutar b*tang kem*luan saya dan juga mengoc*k-ngoc*knya dengan harapan melonggarkan liangnya. Dan betul, lubang sengg*manya mulai membuka dan b***************n saya sudah masuk setengahnya.

“Ohhh… ohhh… Terus Ndre, masukkan terus, jangan ragu..!” katanya memohon.
Setelah memutar dan mengoc*k b***************n saya, akhirnya masuk juga rudal saya semua ke dalam l*ang kew*nit*annya.

“Oohh pssfff… aha hhah.. ah…” d*sahnya yang diikuti dengan teriakannya, “Oh my good..! Ohhh..!”
Saya pun mulai mengoc*k b*tang kem*luan saya keluar masuk. Tidak sampai semenit kemudian, dosen saya sudah mengeluarkan cairan v*ginanya.
“Oh Andre, Ibu keluar…” terasa hangat dan kental sekali cairan itu.

Cairan itu juga memudahkan saya untuk terus memaju-mundurkan b*tang keperkasaan saya. Karena cairan yang dikeluarkan terlalu banyak, terdengar bunyi, “Crep.. crep.. sleppp.. slepp..” sangat keras. Karena saya melakukannya sambil menghadap ke arah pintu, sehingga terdengar sampai ke luar ruang kerjanya.

Saat itu saya sempat melihat pembantunya mengintip permainan kami. Ternyata pembantu itu sedang mer*mas-r*mas pay*daranya sendiri (mungkin karena bern*fsu melihat permainan kami). Oh, betapa bahagianya saya sambil terus mengoc*k b*tang keperkasaan saya maju mundur di liang v****a dosen saya.


Saya juga melihat tontonan gratis ulah pembantunya yang m********i sendiri, dan saya baru kali ini melihat wanita m********i. Setelah 15 menit bermain dengan posisi saya berada di atasnya, kemudian saya menyuruh dosen saya pindah ke atas saya sekarang. Ia pun terlihat agr*sif dengan posisi seperti itu.

“Aha.. ha.. ha…” ia berkata seperti sedang bermain rodeo di atas tubuh saya.
15 menit kemudian ia ternyata o*****e yang kedua kalinya.
“Oh, cepat sekali dia o*****e, padahal aku belum sekalipun orgasme.” batin saya.

Kemudian setelah orgasmenya yang kedua, kami berganti posisi kembali. Ia di atas meja, sedangkan saya berdiri di depannya. Saya terus bermain lagi sampai merasakan batas dinding rah*mnya.
“Oh.. oh.. Andre, pelan-pelan Ndre..!” katanya.

Kelihatannya ia memang belum pernah dimasukan b*tang kem*luan suaminya hingga sedalam ini. 15 menit kemudian ia ternyata mengalami o*****e yang ketiga kalinya.
“Ah Andre, aku keluar, ah… ah… ahhh… nikmat..!” d*sahnya sambil memuncratkan kembali cairan k*********a yang banyak itu.

Setelah itu ia mengajak saya ke bath-tub di kamar mandinya. Ia berharap agar di bath-tub itu saya dapat o*****e, karena ia kelihatannya tidak sanggup lagi membalas permainan yang saya berikan. Di bath-tub yang diisi setengah itu, kami mulai menggunakan sabun mandi untuk mengusap-usap badan kami.

Karena dosen saya sangat senang diusap buah d*danya, ia terlihat terus-terusan bergelinjang. Ia membalasnya dengan mer*mas-r*mas buah kem*luan saya menggunakan sabun (bisa pembaca rasakan nikmatnya bila buah z*kar dir*mas-r*mas dengan sabun).

Setelah 15 menit kami bermain di bath-tub, kami akhirnya berdua mencapai kl*m*ks yang keempat bagi dosen saya dan yang pertama bagi saya.
“Oh Andre, aku mau keluar lagi..!” katanya.


Setelah terasa penuh di ujung kepala p***s saya, kemudian saya keluarkan b***************n saya dan kemudian mengeluarkan cairan lahar panas itu di atas buah d*danya sambil mengusap-usap lembut.

“Oh Andre, engkau sungguh kuat dan partner berc*nta yang dahsyat, engkau tidak cepat o*****e, sehingga aku dapat o*****e berkali-kali. ini pertama kalinya bagiku Andre. Suamiku biasanya hanya dapat membuatku o*****e sekali saja, kadang-kadang tidak sama sekali.” ujar dosen saya.

Kemudian karena kekelalahan, ia terkulai lemas di bath-tub tersebut, dan saya keluar ruang kerjanya masih dalam keadaan bugil mencoba mengambil pakaian saya yang berserakan di sana. Di luar ruang kerjanya, saya lihat pembantu dosen saya tergeletak di lantai depan pintu ruangan itu sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam v*ginanya.

Karena melihat tubuh pembantu itu yang juga montok dan putih bersih, saya mulai membayangkan bila saya dapat bers*tubuh dengannya. Yang menarik dari tubuhnya adalah karena buah d*danya yang besar, sekitar 36D. Akhirnya saya pikir, biarlah saya main lagi di ronde kedua bersama pembantunya. Pembantu itu pun juga tampaknya b*******h setelah melihat permainan saya dengan majikannya.

Saya langsung menindih tubuhnya yang montok itu dengan sangat bern*fsu. Saya mencoba melakukan per*ngsangan terlebih dulu ke bagian sens*tifnya. Saya menc*um dan menj*lat seluruh permukaan buah d*danya dan turun hingga ke bibir k*********a yang ditumbuhi hutan lebat itu.


Tidak berapa lama kemudian, kami pun sudah mulai saling memasukkan alat kel*min kami. Kami bermain sekitar 30 menit, dan tampaknya pembantu ini lebih kuat dari majikannya. Terbukti saat kami sudah 30 menit bermain, kami baru mengeluarkan cairan kem*luan kami masing-masing.

Kunjungi Kami Di 

Website : cuekasir4d.com
WHAT'SAPP : +62 821-3639-2252
TELEGRAM : +62 821-1785-1681

👇Klik link di bawah👇


Oh, ternyata saya sudah bermain s*ks dengan dua wanita bern*fsu ini selama satu setengah jam. Saya pun akhirnya pulang dengan rasa lelah yang luar biasa, karena ini adalah pertama kalinya saya merasakan berc*nta dengan wanita.

ISTRIKU ADALAH ADIK TIRIKU

 ISTRIKU ADALAH ADIK TIRIKU KASIR4D    ISTRIKU ADALAH ADIK TIRIKU Cerita Dewasa Namaku Joe. Aku adalah seorang pria dengan tinggi 188 Cm dan...